Dakwah Kepada Raja-Raja



Pada masa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam perang dibagi atas 2 jenis perang, yaitu Ghazwah dan Sariyah. Ghazwah adalah perang yang dipimpin langsung oleh Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam sedangkan Sariyah adalah perang yang dipimpin oleh sahabat atas penunjukan Nabi Shallallahu Alaihi Wassalam.

Para ulama sirah menyepakati bahwa Sariyah dimulai pada tahun 7H. Namun dlam shahihnya, Imam Bukhari menuturkan bahwa Sariyah baru dimulai pada tahun 9H yaitu setelah di tanda-tanganinya Perjanjian Hudaibiyah pada bulan Dzulqa’idah tahun ke 6H. Pengiriman pasukan kecil ke berbagai daerah sekitar Jazirah Arab dan dipimpin para sahabat ini bertujuan tidak lain hanya mengajak kepada Islam. Perang baru dilakukan bila mereka menolak.

Dengan kata lain, perang hanya boleh diterapkan setelah suatu masyarakat telah diberi kesempatan untuk mengenal ajaran Islam namun kemudian tetap menolak. Jadi perang dalam Islam bukan demi memuaskan nafsu keduniawian untuk memperoleh kemenangan apalagi kebesaran. Baik itu kebesaran perorangan maupun kelompok. Melainkan demi menegakkan hukum dan kehendak Allah Subhanahu wa ta'ala sebagai pemilik alam semesta ini. Karena kebesaran itu hanya milik Sang Khalik, Al Malikul Kuddus, Allah Azza wa Jalla.

“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. …”.(QS.Al-Baqarah(2:30).

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”(QS.Adz-Dzariyat(51):56).

Itulah tujuan Allah Subhanahu wa ta'ala menciptakan manusia di muka bumi ini. Manusia diberi hak untuk menggunakan dan mengolah apapun yang ada di bumi ini namun harus mempertanggung-jawabkannya. Kepada siapa ? Tentu saja kepada Sang Pemilik ! Jadi takut, tunduk dan patuh itu hanya kepada-Nya bukan kepada sesama manusia apapun bangsa, warna dan rasnya.

Perang seperti ini bukan hanya dikenal pada era Rasulullah. Namun juga seluruh utusan-Nya termasuk nabi Sulaiman as, nabi Allah sekaligus raja Yahudi yang memerintah pada tahun 970 SM. Al-Quran menceritakan bagaimana nabi ini menaklukkan kerajaan ratu Bilqis di Afrika yang  menjadikan matahari sebagai sesembahan disamping Allah Subhanahu wa ta'ala.

“Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah; dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak dapat petunjuk, “.(QS.An-Naml(27):24).

“Kembalilah kepada mereka sungguh kami akan mendatangi mereka dengan bala tentara yang mereka tidak kuasa melawannya, dan pasti kami akan mengusir mereka dari negeri itu (Saba) dengan terhina dan mereka menjadi (tawanan-tawanan) yang hina dina”.(QS.An-Naml(27):37).

Perang dalam Islam adalah demi menegakkan kebenaran yang hakiki, bukan kebenaran palsu. Bukan kebenaran dari sudut pandang manusia karena manusia mempunyai kepentingan dan kebutuhan. Baik itu kepentingan dan kebutuhan pribadi atau keluarga maupun kepentingan dan kebutuhan kelompok. Kebenaran hakiki adalah kebenaran dari Allah Subhanahu wa ta'ala yang berdiri di luar lingkaran keduniawian.

Rasulullah baru menerapkan Sariyah setelah berdakwah 21 tahun lamanya (12 tahun di Makkah dan 9 tahun di Madinah). Selama itu umat Islam berperang secara defensive karena diserang. Perang babak baru ini dijalankan setelah umat Islam mempunyai keimanan yang tinggi dan mempunyai cukup kekuatan material. Juga setelah Islam diakui secara resmi oleh Musryik Quraisy yang sebelumnya sangat anti Islam.

Pada periode ini Rasulullah mengirimkan beberapa surat kepada para raja dan pemimpin dunia agar meninggalkan agama kebathilan yang mereka anut dan kembali ke pelukan Islam, kembali ke fitrahnya.

Dari Abu Hurairah RAia berkata bahwa Rasulullah bersabda : “Tiada anak manusia yang dilahirkan kecuali dengan kecenderungan alamiahnya (fitrah). Maka orang-tuanyalah yang membuat anak manusia itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi”.

Namun sebelum itu Rasulullah mendapat informasi bahwa para raja tidak mau membaca surat yang tidak distempel. Untuk keperluan itulah maka Rasulullahpun memerintahkan agar segera dibuatkan stempel khusus bagi Rasulullah. Stempel khusus milik Rasulullah tersebut adalah sebuah cincin yang terbuat dari perak dengan tiga kata terukir di atasnya. Tiga kata tersebut adalah : «Muhammad Rasul Allah». Dengan stempel itulah selanjutnya Rasulullah sebagai utusan Allah sekaligus pemimpin tertinggi umat Islam mengirim berbagai surat resmi.

Rasulullah mengirimkan surat untuk pertama kalinya pada tahun 9 H atau 631 M. Dalam satu yang hari yang sama itu Rasulullah, dengan bantuan sahabat terpercaya menulis 6 surat sekaligus. Surat-surat tersebut dibawa para sahabat pilihan yang tidak saja menguasai bahasa kaum yang akan didatanginya tetapi juga mengerti kultur dan kebiasaan mereka.

Berikut utusan-utusan tersebut.

1. Amr bin Umaiyyah adh-Dhamri.
Rasulullah mengutus Amr bin Umaiyah adh-Dhamri menemui Najasyi. Najasyi adalah raja negri Habasyah di benua Afrika. Raja yang nama aslinya  Ashhamah bin Abjar ini dikenal sebagai penganut Nasrani yang taat dan alim. Najasyi sebenarnya telah mendengar kabar bahkan pernah berhubungan dengan masalah ke-Islam-an beberapa tahun sebelum ini. Yaitu ketika Rasulullah mengizinkan beberapa sahabat untuk hijrah ke Habasyah.

Ketika itu Najasyi menerima keterangan Ja’far bin Abu Thalib yang berusaha disudutkan oleh orang-orang Quraisy agar dikembalikan ke Mekah.

Baca juga : Raja An-Najasyi
 
Oleh karena itu ketika raja yang terkenal bijaksana ini menerima surat dari Rasulullah, ia langsung menyatakan ke-Islam-annya.

“Seandainya aku bisa datang menemuinya (Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam) niscaya aku berangkat menemuinya”, begitu ucapnya.

Bahkan setelah itu dengan senang hati sang rajapun mengabulkan permintaan Rasulullah agar menjadi wakil dalam pernikahan Rasulullah dengan Ramlah binti Abi Sufyan yang ketika itu memang tinggal di Habasyah. Putri Abi Sufyan ini tinggal di negri Najasyi sejak hijrah pertama kaum Muslimin ke Habasyah. Dalam perantauan inilah suaminya kemudian murtad dan tak lama kemudian meninggal dunia. Rasulullah meminang Ramlah yang dikenal dengan sebutan Ummu Habibah (ibunya Habibah) sebagai penghargaan atas kesabarannya dalam ber-Islam.

Sayangnya, tidak lama setelah memeluk Islam, raja Najasy ini wafat. Rasulullah kemudian menyelenggarkan shalat ghaib baginya. Ini adalah hal yang sebelumnya belum pernah dilakukan Rasulullah.

2. Dahyah bin Khalifah al-Kalbi.
Rasulullah mengutus Dahyah kepada Heraklius, raja Romawi Timur (Byzantium).  Heraklius memerintah kerajaan Nasrani ini selama 31 tahun yaitu dari tahun 610 M hingga 641 M. Dibawah pemerintahannya peperangan banyak terjadi. Diantara sekian banyak musuh, kerajaan Sasanid (Persia) yang dikenal beragama Majusi (penyembah api) adalah musuh yang paling sengit. Perang bebuyutan antara kedua kerajan besar ini telah berlangsung sejak tahun 602 M, jauh sebelum Heraklius menjadi raja.

Beberapa tahun sebelum Rasulullah mengirimkan utusan kepada raja ini, yaitu pada tahun 626 M, kerajaan Persia berhasil mengalahkan Romawi. Pada saat itulah turun ayat 2 hingga 6 surat Rum. Ayat ini menerangkan bahwa setelah kekalahan tersebut pasukan Romawi akan kembali menang. Ternyata terbukti benar, 2 tahun kemudian Romawi berhasil memaksa Persia bertekuk lutut hingga akhirnya kerajaan ini runtuh untuk selamanya. Padahal ketika itu Konsantinopel, ibu kota Romawi Timur, nyaris direbut Persia.

“Telah dikalahkan bangsa Rumawi, di negeri yang terdekat dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi). …”. QS.Ar-Rum(30:2-4).

Namun kemenangan ini hanya sesaat karena beberapa tahun kemudian yaitu pada tahun 634 M, 2 tahun setelah wafatnya Rasulullah, pasukan Islam dibawah khalifah Abu Bakar ra berhasil menaklukkan Persia yang baru saja direbut Romawi itu. Bahkan Syria, Palestina dan Mesir yang tadinya berada dibawah Romawipun jatuh ke tangan Muslim.

“Dan di hari (kemenangan bangsa Rumawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman karena pertolongan Allah. Dia menolong siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. (sebagai) janji yang sebenar-benarnya dari Allah. Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahu”’.(QS.Ar-Rum(30:4-6).

Dahyah menyampaikan surat Rasulullah kepada Heraklius melalui gubernur Bashra. Surat tersebut bunyinya adalah sebagai berikut :
“Dari Muhammad Rasul Allah kepada Heraklius raja Romawi. Keselamatan atas orang yang hidup mengikuti hidayah Ilahi. Amma ba’du. Anda kuajak supaya memeluk Islam. Peluklah Islam anda akan selamat dan Allah akan melimpahkam dua kali lipat imbalan pahala kepada Anda. Akan tetapi jika anda menolak, anda akan memikul dosa para petani (rakyat). Dan «Wahai Ahli Kitab, marilah kita bersatu kata, antara kalian dan kami bahwa kita tidak akan bersembah sujud selain kepada Allah dan bahwa kita tidak akan menjadikan siapapun diantara kita sendiri Tuhan-Tuhan selain Allah. Apabila mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka « Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang Mukmin». ( HR Bukhari Muslim).

Usai membaca surat Rasulullah, Heraklius memerintahkan para menterinya agar mencari orang yang dapat dipercaya untuk memberikan informasi mengenai sifat-sifat Rasululah.  Kebetulan Abu Sufyan sedang berada di kota tersebut dalam rangka urusan dagangnya. Tak lama kemudian, dibantu seorang penterjemah, terjadilah percakapan antara keduanya.

Di kemudian hari, setelah memeluk Islam, Abu Sufyan mengisahkan tanggapan Heraklius atas percakapan tersebut.

“Aku bertanya kepadamu tentang silsilah keluarganya dan kau menjawab dia adalah keturunan bangsawan terhormat. Nabi-nabi terdahulu pun berasal dari keluarga terhormat di antara kaumnya.
 
Aku bertanya kepadamu apakah ada di antara keluarganya yang menjadi nabi, jawabannya tidak ada. Dari sini aku menyimpulkan bahwa orang ini memang tidak dipengaruhi oleh siapa pun dalam hal kenabian yang diikrarkannya dan tidak meniru siapa pun dalam keluarganya.

Aku bertanya kepadamu apakah ada keluarganya yang menjadi raja atau kaisar. Jawabannya tidak ada. Jika ada leluhurnya yang menjadi penguasa, aku beranggapan dia sedang berusaha mendapatkan kembali kekuasaan leluhurnya.

Aku bertanya kepadamu apakah dia pernah berdusta dan ternyata menurutmu tidak pernah. Orang yang tidak pernah berdusta kepada sesamanya tentu tidak akan berdusta kepada Allah.
 
Aku bertanya kepadamu mengenai golongan orang-orang yang menjadi pengikutnya dan menurutmu pengikutnya adalah orang miskin dan hina. Demikian pula halnya dengan orang-orang terdahulu yang mendapat panggi
lan kenabian.

Aku bertanya kepadamu apakah jumlah pengikutnya bertambah atau berkurang. Jawabanmu, terus bertambah. Hal ini juga terjadi pada iman sampai keimanan itu lengkap. Aku bertanya kepadamu apakah ada pengikutnya yang meninggalkannya setelah menerima agamanya dan menurutmu tidak ada. Itulah yang terjadi jika keimanan sejati telah mengisi hati seseorang. Aku bertanya kepadamu apakah dia pernah ingkar janji dan menurutmu tidak pernah. Sifat dapat dipercaya adalah ciri kerasulan sejati.

Aku bertanya kepadamu apakah engkau pernah berperang dengannya dan bagaimana hasilnya. Menurutmu engkau berperang dengannya, kadang engkau yang menang dan kadang dia yang menang dalam urusan duniawi. Para nabi tidak pernah selalu menang, tetapi mereka mampu mengatasi masa-masa sulit perjuangan, pengorbanan dan kerugiannya sampai akhirnya mereka memperoleh kemenangan.

Aku bertanya kepadamu apa yang diperintahkannya, engkau menjawab dia memerintahkanmu untuk menyembah Allah dan tidak mempersekutukan-Nya, serta melarangmu untuk menyembah berhala, dan dia menyuruhmu shalat, bicara jujur, serta penuh perhatian. Jika apa yang kaukatakan itu benar, dia akan segera berkuasa di tempat aku memijakkan kakiku saat ini.

Aku tahu bahwa orang ini akan lahir, tetapi aku tidak tahu bahwa dia akan lahir dari kaummu (orang Arab). Jika aku tahu aku bisa mendekatinya, aku akan pergi menemuinya. Jika dia ada di sini, aku akan membasuh kedua kakinya dan agamanya akan menguasa tempat dua telapak kakiku!”

Selanjutnya, Heraklius berkata kepada Dihyah Al-Kalbi, “Sungguh, aku tahu bahwa sahabatmu itu seorang nabi yang akan diutus, yang kami tunggu-tunggu dan kami ketahui berita kedatangannya dalam kitab kami. Namun, aku takut orang-orang Romawi akan melakukan sesuatu kepadaku. Kalau bukan karena itu, aku akan mengikutinya!”

Untuk membuktikan perkataannya tersebut, Heraklius memerintahkan orang-orangnya untuk mengumumkan, “Sesungguhnya kaisar telah mengikuti Muhammad dan meninggalkan agama Nasrani!” Seluruh pasukannya dengan persenjataan lengkap serentak menyerbu ke dalam ruangan tempat Kaisar berada, lalu mengepungnya.

Kemudian Kaisar Romawi itu berkata, “Engkau telah melihat sendiri bagaimana bangsaku. Sungguh, aku takut kepada rakyatku!”

Heraklius membubarkan pasukannya dengan menyuruh pengawalnya mengumumkan berita, “Sesungguhnya kaisar lebih senang bersama kalian. Tadi ia sedang menguji kalian untuk mengetahui kesabaran kalian dalam agama kalian. Sekarang pergilah!”

Mendengar pengumuman tersebut, bubarlah pasukan yang hendak menyerang Kaisar tadi. Sang Kaisar pun menulis surat untuk Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam yang berisi,“Sesungguhnya aku telah masuk Islam.” Kaisar juga menitipkan hadiah beberapa dinar kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam.

Ketika Dihyah menyampaikan pesan Raja Heraklius kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam, beliau berkata, “Musuh Allah itu dusta! Dia masih beragama Nasrani”. Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam pun kemudian membagi-bagikan hadiah dari raja tadi kepada kaum muslimin.

3. Abdullah bin Hudzafah as-Sahmi.
Abdullah diutus Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam agar menyampaikan surat kepada Kisra, raja Persia. Surat tersebut berisi ajakan agar mau memeluk Islam. Kisra adalah sebutan atau gelar bagi para raja negri yang sekarang ini dinamakan Iran. Ketika itu penduduk negri mayoritas menganut kepercayaan Majusi (penyembah api) dan penyembah berhala. Itu sebabnya Rasulullah mengajak mereka agar kembali ke jalan yang benar.

Namun belum juga surat selesai dibaca sang raja telah menyobek-sobeknya. Menanggapi pengaduan tersebut Rasulullah hanya berkata : “Semoga Allah merobek-robek kerajaannya”.

Selanjutnya, dengan geram kemudian ia menulis surat kepada gubernur Yaman agar segera menangkap Rasulullah. Maka berangkatlah dua utusan ke Madinah. Rasulullah sendiri yang menyambut utusan gubernur Yaman tersebut. Dengan tersenyum Rasulullah bersabda : “Kembalilah dulu hari ini. Besok saja kalian menghadapku karena aku ingin mengabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang aku inginkan".

Keesokan harinya,kedua utusan tersebut menghadap kembali. “Sampaikan kepada gubernur kalian bahwa Rabbku telah membunuh tuannya, Kisra, pada malam ini, tepatnya enam jam yang lalu”, sambut Rasulullah tenang.

Ibnu Sa’ad berkata, “ Yaitu pada malam selasa, 10 Jumadil ‘Ula tahun kesembilan. Allah menggerakkan Syirawaih, anak Kisra, untuk membunuhnya”. Akhirnya, kedua orang itu kembali menemui Badzan, sang gubernur, guna menyampaikan berita ini. Selanjutnya Badzan bersama anak buahnyapun masuk Islam.

4. Harits bin Umair al-Adzi.
Rasulullah mengutus Harits bin Umair al-Adzi kepada Syurabil bin Amr al-Ghassani, penguasa Bushra. Namun pemimpin ini menolak bahkan kemudian mengikat serta membunuh Harits. “Tidak ada utusan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wassalam yang dibunuh selain al-Harits bin Umair al-Adzi”.

Rasulullah juga mengutus beberapa utusan kepada para pemimpin Arab di berbagai wilayah. Diantara mereka ada yang menolak ada yang menerima. Tetapi sebagian besar menerima.  Khalid bin Walid, panglima Quraisy yang di kemudian hari mendapat julukan Saifullah al-Maslul (pedang Allah yang terhunus) dan selalu menang dalam pertempuran adalah salah satu diantaranya.

Rasulullah begitu berbahagia melihat masuknya Khalid. Karena Khalid adalah seorang panglima perang yang amat disegani baik musuh maupun anak buahnya. Dengan masuknya Khalid ke jajaran Islam diharapkan ia mampu menarik sebanyak mungkin pengikut. Menurut riwayat ia masuk Islam bersamaan dengan Amr bin Ash, panglima perang yang di kemudian hari menaklukkan Baitul Maqdis dan Mesir dari cengkeraman Romawi.

Kembali ke menu daftar isi