Jihad Fi Sabilillah (3)



3. Perang Khandaq ( Ahzab) atau Perang Parit.
Perang yang terjadi pada tahun ke 5 H ini disebabkan oleh adanya hasutan beberapa pemimpin Yahudi bani Nadhir kepada Quraisy Mekah agar mereka bersama-sama menyerang Madinah dan menghancurkan Islam. Orang-orang Yahudi berhasil meyakinkan bahwa ajaran Quraisy lebih baik dari pada ajaran Islam.

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman”.(QS.An-Nisa(4):51).

Setelah itu mereka membujuk suku Gathafan, bani Fuzarah dan bani Murrah untuk bersengkokol memusuhi Islam. Maka berangkatlah sepuluh ribu pasukan Ahzab yang berarti pasukan gabungan tersebut menuju Madinah. Sementara itu mendengar kabar bahwa Madinah akan diserang, Rasulullah segera mengumpulkan para sahabat untuk membicarakan strategi apa yang akan digunakan menghadapi pasukan tersebut.

Salman Al-Farisi, sahabat kelahiran Persia, mengusulkan agar mereka menggali parit untuk melindungi Madinah dari serangan musuh. Strategi yang ketika itu belum dikenal masyarakat Arab ini tak urung membuat mereka terkagum-kagum. Rasulullahpun segera menerima usulan tersebut. Maka secara bergotong-royong paritpun digali.

Suatu ketika sejumlah sahabat melaporkan bahwa mereka menemui kesulitan. Sebongkah batu besar tidak berhasil mereka pecahkan. Segera Rasulullah turun tangan. Berkata nabi saw, “ Biarkan aku yang turun”. Dalam keadaan perut diganjal dengan batu, beliau segera bangkit. Karena tidak adanya sesuatu yang dapat dimakan selama tiga hari itu Rasulullah dan para sahabat memang terpaksa mengganjal perut mereka dengan batu. Rasulullah segera mengambil martil dan dipukulkannya ke atas batu. Maka seketika itu juga hancur luluhlah bongkahan batu tadi hingga menyerupai pasir.

Dalam sebuah riwayat diceritakan dengan mengucap takbir Rasulullah memecahkan batu besar tersebut dalam 3 kali pukulan hingga cahaya terang memenuhil angit. Pada pukulan pertama Jibril menerangkan bahwa kerajaan Persia akan ditaklukan umat Islam. Pukulan kedua, tanah Romawi dan pukulan terakhir Yaman yang akan jatuh. Di kemudian hari sejarah membuktikan Persia ( Irak, Iran dan sekitarnya), Romawi Timur (Turki dan sekitarnya) serta Yaman adalah bagian dari Islam !

Sementara itu Jabir meminta izin pulang. Ia bermaksud menanyakan istrinya apakah mereka memiliki sesuatu untuk dimasak. Namun istrinya menerangkan bahwa mereka hanya memilki satu ekor anak kambing dan sedikit gandum. Segera Jabir menyembelih anak kambing tersebut dan menumbuk gandum yang ada. Kemudian memasaknya. Setelah itu ia segera kembali menemui Rasulullah dan mengajak beliau untuk makan di rumahnya.

“Berapa banyakkah makanan itu”, tanya Rasulullah.
Setelah Jabir menyebutkan jumlah makanan itu beliau berkata, “ Itu cukup banyak dan baik. Katakan pada istrimu jangan diangkat dari atas tungku dan roti itu jangan pula sampai dikeluarkan dari tempat pembakarannya sebelum aku datang ke sana”.

Selanjutnya begitu Rasulullah tiba di rumah Jabir, beliau segera memotong-motong roti dan dicampurkannya pada daging serta kuah yang ada di periuk. Tak lama kemudian para sahabat yang jumlahnya tak hingga banyaknya itu makan dengan puas sampai kenyang.

“Makanlah ini dan bagikanlah kepada orang banyak karena saat ini sedang musim paceklik”, sabda Rasulullah kepada Jabir dan istrinya, setelah semua usai makan.

Di dalam riwayat lain, Jabir menuturkan, “ Aku bersumpah dengan nama Allah. Mereka telah makan hingga mereka pergi dan meninggalkannya, sedangkan daging di dalam periuk kami masih tetap utuh, demikian pula roti kami”. (HR Bukhari).

Dua kejadian diatas (terpecahnya batu dan periuk yang tak habis-habis) adalah bukan kejadian biasa. Ini adalah salah satu mukjizat Rasulullah dari Sang Khalik sebagaimana juga mukjizat yang diterima para nabi Allah. Seperti tongkat nabi Musa as, unta nabi Shalih as dll.

Di lain pihak, orang-orang Munafik yang ikut serta dalam penggalian tampak setengah hati mengerjakan tugas tersebut. Mereka berpura-pura lemas. Bahkan banyak yang tanpa meminta izin Rasulullah, diam-diam meninggalkan lokasi dan pulang ke Madinah. Itu sebabnya kemudian Allah swt menurunkan ayat berikut :

“Sesungguhnya yang sebenar-benar orang mu’min ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan apabila mereka berada bersama-sama Rasulullah dalam sesuatu urusan yang memerlukan pertemuan, mereka tidak meninggalkan (Rasulullah) sebelum meminta izin kepadanya. Sesungguhnya orang-orang yang meminta izin kepadamu (Muhammad) mereka itulah orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, maka apabila mereka meminta izin kepadamu karena sesuatu keperluan, berilah izin kepada siapa yang kamu kehendaki di antara mereka, dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS.An-Nur(24):62).

Sementara itu pasukan Musyrikin bergerak makin mendekati kota. Mereka dikejutkan akan keberadaan parit yang melindungi kota ini.” Sungguh, ini merupakan tipu daya yang tidak pernah dilakukan oleh bangsa Arab”. Mereka kemudian mengambil posisi dan berkemah di sekitar parit mengepung kaum Muslimin. Jumlah mereka ketika itu sekitar 10 ribu sedangkan kaum Muslimin 3 ribu orang.

Tidak terjadi pertempuran kecuali beberapa orang Musyrik yang berusaha menyeberangi parit di bagian-bagian yang sempit namun berhasil dicegat pasukan Muslimin. Sebulan lamanya Madinah dalam keadaan demikian. Selama itu pula Rasulullah tidak henti-hentinya ber-istighatsah, yaitu  merendahkan diri seraya berdoa memohon kepada Allah swt agar kaum Muslimin dimenangkan.

Hingga suatu hari tersiar berita bahwa Yahudi bani Quraidzah yang merupakan bagian dari penduduk Madinah telah membelot. Ia ikut bersengkokol dengan musuh untuk menjatuhkan kaum Muslimin. Sementara orang-orang Munafikpun gencar menyebarkan bisa racun berbahaya yang menimbulkan keraguan dan perpecahan diantara umat Muslim.

“Dulu Muhammad menjanjikan bahwa kita akan memakan harta kekayaan Kisra dan Kaisar. Tetapi sekarang bahkan untuk pergi membuang hajatpun kita tidak aman”.

Akhirnya datanglah pertolongan Allah swt. Pertama dengan masuk Islamnya Nu’aim bin Mas’ud. Kedua dengan didatangkannya angin topan yang sangat kencang. Nu’aim yang disangka kaumnya masih Musrik, ditugaskan Rasulullah untuk mengadu domba musuh. Ini adalah sebuah taktik perang yang diperbolehkan. Dengan kelihaiannya ia berhasil meyakinkan orang-orang bani Quraidzah dan orang-orang Quraisy untuk tidak saling mempercayai dan saling curiga. Maka merekapun akhirnya saling ragu untuk memulai serangan.

Ditambah dengan angin topan yang bertiup kencang pada suatu malam yang teramat dingin maka bubarlah pasukan gabungan tersebut.

“Hai orang-orang yang beriman, ingatlah akan ni`mat Allah (yang telah dikaruniakan) kepadamu ketika datang kepadamu tentara-tentara, lalu Kami kirimkan kepada mereka angin topan dan tentara yang tidak dapat kamu melihatnya. Dan adalah Allah Maha Melihat akan apa yang kamu kerjakan”.(QS.Al-Ahzab(33):9).

Hudzaifah berkata : « Peristiwa ini terjadi saat Perang Ahzab dan di malam gulita. Pasukan Abu Sufyan berada diatas bukit. Pasukan bani Quraidzah berada di bagian lembah. Kami khawatir atas keluarga kami. Angin terasa berembus lebih kencang sehingga kaum Munafikin minta izin pulang dengan alasan rumah mereka kosong. Mereka mendapat izin dan kemudian lari menyembunyikan diri. Rasul memeriksa pasukan lalu berkata kepadaku, “ Coba selidiki keadaan musuh”. Aku berangkat dan aku melihat perkemahan musuh beterbangan dihantam angin yang sangat kencang. Merekapun lari mundur. Aku kembali dan menghadap Rasul untuk menceritakan kejadian itu. Atas hal itu turunlah ayat ini” ( HR. Baihaqi).

“Wahai kaum Quraisy, demi Allah, kalian tidak mungkin lagi berada di tempat ini ! Banyak ternak kita yang telah mati ! Orang-orang bani Quraidzah telah mencederai janji dan kita mendengar berita yang tidak menyenangkan tentang sikap mereka ! Kalian tahu kita sekarang menghadapi angin topan yang hebat .. Karena itu, pulang sajalah kalian dan akupun akan berangkat pulang!”, begitu Abu Sufyan, pemimpin Quraisy berkata menyerah.

4. Perang bani Quraidzah.
Disebutkan dalam ash-Shahihain bahwa ketika nabi saw kembali dari Khandaq, tidak lama setelah meletakkan senjata dan mandi, Jibril as datang lalu berkata, “ Apakah kamu sudah meletakkan senjata ?”. “ Demi Allah, kami belum meletakkannya”. “ Berangkatlah kepada mereka !”. “ Kemana?”. Jibril menjawab :” Ke sana”, seraya menunjuk kearah perkampungan bani  Quraidzah. Nabi saw lalu berangkat mendatangi mereka.

Demikianlah para sahabat, tanpa mengenal lelah dan takut, segera melaksanakan perintah Allah dan Rasul-Nya. Padahal baru saja mereka meninggalkan keluarga selama 1 bulan untuk berperang. Jihad, berperang di jalan Allah adalah bukti ketinggian cinta, iman dan kesetiaan mereka kepada Sang Khalik dan Rasul-Nya.

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil menjadi teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(.QS.At-Taubah(9):16).

Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik. ”(.QS.At-Taubah(9):24).

Selama 25 malam, ada yang mengatakan 15 malam, Rasulullah mengepung perkampungan bani  Quraidzah hingga akhirnya mereka menyerah dan Allah swt melemparkan rasa takut ke dalam hati mereka. Ka’ab bin Asad, pemimpin mereka memberikan 3 pilihan.

“Kita mengikuti Muhammad dan membenarkannya. Demi Allah, tentu telah jelas bagi kalian bahwa dia adalah Rasul yang diutus dan kalianpun dapat menemukan dalam kitab suci kalian. Dengan demikian nyawa, hak, kaum wanita dan anak-anak kalian akan selamat”.
Mereka menjawab, “ Kami tidak akan melepas hukum-hukum Taurat”.

“Kalau begitu, marilah kita habisi nyawa istri dan anak-anak kita lalu kita hadapi Muhammad dan para sahabatnya dengan pedang terhunus”.
Mereka menjawab, “ Apakah dosa mahluk-mahluk kesayangan ini ?”.

“Baiklah, bila demikian. Malam ini adalah malam Sabtu ( Sabbath). Bisa jadi Muhammad dan sahabat-sahabatnya merasa aman dari gangguan kita. Karena itu mari kita turun dan menyergap mereka secara tiba-tiba », ajak Ka’ab lagi semangat.

«Haruskah kita mengotori Sabbath dan melakukan apa yang dilakukan oleh orang-orang sebelum kita hingga kemudian dijadikan kera?? », jawab mereka ketus.

«Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: “Jadilah kamu kera yang hina”.(QS.Al-Baqarah(2) :65).

«Tak seorangpun diantara kalian, sejak hari lahir kalian, yang bisa melewati satu malam untuk memecahkan masalah yang seharusnya », sahut Ka’ab kesal campur putus asa.

Akhirnya merekapun menyerah. Dan karena Yahudi bani Quraidzah itu sekutu suku A’us maka Rasulullah menyerahkan ketetapan hukum mereka kepada Sa’ad bin Mu’adz, salah satu pemimpin A’us.

“Orang-orang yang menerjunkan diri dalam perang harus dihukum bunuh dan keluarga mereka ditawan”, demikian keputusan Sa’ad yang langsung disambut baik Rasulullah.

Dalam perang ini ada beberapa kejadian penting yang patut dijadikan renungan. Salah satunya adalah perintah Rasulullah untuk tidak melaksanakan shalat ashar sebelum pasukan sampai di perkampungan yang dituju.

Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa di tengah perjalanan, tibalah waktu ashar. Maka sebagian berkata, “ Kami tidak akan shalat sehingga kami sampai sana”. Sedangkan sebagian lain mengatakan, “ Kami akan melakukan shalat karena bukan itu yang dimaksud Rasulullah”.

Sepulang dari perang kemudian para sahabat mengadukan hal tersebut. Namun ternyata Rasulullah tidak mengecam ataupun menegur satupun kelompok tersebut. Hal ini menandakan bahwa umat Islam itu diizinkan berijtihad. Perbedaan dalam penafsiran adalah tidak dilarang selama tidak keluar dari jalur.

5. Perang Bani Asad dan beberapa pelajaran bagi musuh Islam.
Sebenarnya tidak terjadi kontak senjata antara pasukan Muslim dengan bani Asad maupun orang-orang yang membenci Islam. Pada perang bani Asad, pemimpin bani ini yaitu Thulaihan bin Khuwailid bermaksud menyerang Madinah. Rasulullah segera mengirim pasukan untuk melawan mereka. Ternyata mereka malah melarikan diri sebelum perang terjadi. Bahkan mereka meninggalkan harta mereka begitu saja hingga kaum Musliminpun dengan leluasa dapat menguasainya.

Demikian pula orang-orang Hudzail yang datang dari sebuah tempat dekat Mekah. DIbawah pimpinan  Khalid al-Hudzali, mereka berusaha menyerang Madinah. Namun sebelum perang terbuka berlangsung ia telah terbunuh. Maka pasukannyapun bubar sebelum perang benar-benar terjadi.

Juga Abu Sufyan, pemimpin Quraisy yang kalah pada perang Badar beberapa tahun sebelumnya. Dengan penuh semangat balas dendam ia membawa 3000 pasukannya untuk menggempur Madinah. Namun pasukan ini segera melarikan diri begitu melihat sambutan 1500 pasukan Muslim yang dikerahkan Rasulullah untuk menghadapi mereka.

Kemudian setelah berhasil melepaskan diri dari ancaman Yahudi, Quraisy dan orang-orang tersebut Rasulullahpun berinisiatif mengirimkan sejumlah ekspedisi kepada orang-orang Arab Badui. Misi ini berhasil karena setelah itu orang-orang Badui tersebut tidak lagi berani berbuat macam-macam. Maka sejak akhir tahun ke 5 H Madinah tidak pernah menerima serangan dan ancaman lagi. Kaum Muslimin kini telah menjadi kuat dan disegani musuh. Allahuakbar ..

“Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan. ”(.QS.At-Taubah(9):20).