Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya dari Jabir ra, ia berkata: Selama
9 tahun tinggal di Madinah Munawarah, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam belum melaksanakan Haji.
Kemudian pada tahun ke 10 beliau mengumumkan hendak melakukan haji.
Maka berduyun-duyun orang datang ke Madinah, semuanya ingin mengikuti
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan mengamalkan ibadah Haji sebagaimana amalan beliau.
Namun sebelum melaksanakan niat tersebut, Rasulullah bersabda :“Tetapi
orang-orang musyrik masih hadir melakukan thawaf dengan telanjang. Aku
tidak ingin melaksanakan ibadah haji sebelum hal itu dihapuskan“.
Maka beliaupun mengutus Abu Bakar ra yang disusul oleh Abu Thalib ra
untuk mengumumkan bahwa mulai tahun depan kaum Musrikin dilarang lagi
melakukan ibadah haji kecuali mereka mau memeluk Islam. Untuk itu mereka
diberi waktu 4 bulan untuk berpikir. Setelah itu bila mereka tetap
ingin melakukan ibadah haji dengan mencontoh ritual nenek moyang mereka
yang berhaji dengan bertelanjang kaum Muslimin akan memerangi mereka.
“Aku Thawaf di Ka‘bah sebagaimana saat aku dilahirkan oleh ibuku, tidak ada kotoran benda dunia yang melekat ditubuhku“, itulah alasan jahiliyah yang dikemukan kaum Musrykin mengapa ketika berhaji mereka telanjang.
“Dan (inilah) suatu permakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertaubat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.(QS.At-Taubah(9):3).
Ibnu Sa‘ad meriwayatkan bahwa ketika Nabi saw menunjuk Abu Bakar sebagai Amir Jama‘ah haji, ia (Abu Bakar) berangkat bersama 300 orang dari penduduk Madinah dengan membawa 20 ekor binatang qurban. Rombongan ini berangkat tak lama setelah kaum Muslimin kembali dari Perang Tabuk.
Tahun berikutnya, yaitu pada tanggal 25 Dzul Qaidah tahun 10 H, Rasulullah saw keluar dari Madinah untuk melaksanakan haji. Ada perbedaan pendapat di kalangan para perawi. Ahlul Madinah berpendapat bahwa Nabi saw melaksanakan haji ifrad, sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa beliau melakukan haji Qiran.
Jabir berkata: Setelah onta yang membawanya sampai di lapangan besar aku lihat sejauh pandangan mata lautan manusia mengitari Rasulullah saw, di depan , belakang, sebelah kiri dan kanan beliau. Rasulullah sendiri berada di hadapan kami dan di saat itu pula beliau menerima wahyu.
Maka pada hari Arafah, tepat pada tanggal 10 Dzulhijjah itu, Rasulullah saw menyampaikan khutbah terakhirnya. Khutbah ini disaksikan oleh 124 ribu ( ada yang mengatakan 144 ribu) kaum Muslimin yang saat itu sedang melaksanakan wuquf bersama Rasulullah.
“Wahai manusia, dengarkanlah apa yang hendak kukatakan. Mungkin sehabis tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini untuk selama-lamanya…. Hai manusia, sesungguhnya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian (yakni tidak boleh dinodai oleh siapapun juga) seperti hari dan bulan suci sekarang ini di negeri kalian ini. Ketahuilah, sesungguhnya segala bentuk perilaku dan tindakan jahiliyah tidak boleh berlaku lagi. Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di masa jahiliyah juga tidak boleh berlaku lagi. Tindak pembalasan jahiliyah seperti itu pertama kali kunyatakan tidak berlaku ialah tindakan pembalasan atas kematian Ibnu Rabi‘ bin al Harits”..
“Riba jahiliyah tidak berlaku, dan riba yang pertama kunyatakan tidak berlaku adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya segala macam riba tidak boleh berlaku lagi”.
“Hai manusia, di negeri kalian ini, setan sudah putus harapan sama sekali untuk dapat disembah lagi. Akan tetapi masih menginginkan selain itu. Ia akan merasa puas bila kalian melakukan perbuatan yang rendah. Karena itu hendaklah kalian jaga baik-baik agama kalian!”
“Hai manusia, sesungguhnya menunda berlakunya bulan suci akan menambah besarnya kekufuran. Dengan itulah orang-orang kafir menjadi tersesat. Pada tahun yang satu mereka langgar dan pada tahun yang lain mereka sucikan untuk disesuaikan dengan hitungan yang telah ditetapkan kesuciannya oleh Allah. Kemudian mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah”.
“Sesungguhnya jaman berputar seperti keadaannya pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun adalah dua belas bulan. Empat bulan diantaranya adalah bulan-bulan suci. Tiga bulan berturut-turut : Dzul Qa‘dah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Bulan Rajab adalah antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya‘ban”..
“Wahai manusia, takutlah Allah dalam memperlakukan kaum wanita, karena kalian mengambil mereka sebagai amanat Allah dan kehormatan mereka dihalalkan bagi kalian dengan nama Allah. Sesungguhnya kalian mempunyai hak atas para istri kalian dan mereka pun mempunyai hak atas kalian. Hak kalian atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang tidak kalian sukai ke dalam rumah kalian. Jika mereka melakukan hal itu maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Sedangkan hak mereka atas kalian ialah kalian harus memberi nafkah dan pakaian kepada mereka secara baik”.
“Maka perhatikanlah perkataanku itu, wahai manusia, sesungguhnya aku telah sampaikan. Aku tinggalkan sesuatu kepada kalian, yang jika kalian pegang teguh, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya”.
“Wahai manusia, dengarkanlah taatlah sekalipun kalian diperintah oleh seorang hamba sahaya dari Habasyah yang berhidung gruwung, selama ia menjalankan Kitabullah kepada kalian”.
“Berlaku baiklah kepada para budak kalian….. berilah mereka makan apa yang kalian makan dan berilah pakaian dari jenis pakaian yang sama dengan kalian pakai. Jika mereka melakukan sesuatu kesalahan yang tidak bisa kalian ma‘afkan maka juallah hambah-hamba Allah itu dan janganlah kalian menyiksa mereka”.
“Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku dan perhatikanlah! Kalian tahu bahwa setiap orang Muslim adalah saudara bagi orang-orang Muslim yang lain, dan semua kaum Muslimin adalah saudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya kecuali yang telah diberikan kepadanya dengan senang hati, karena itu janganlah kalian menganiaya diri sendiri”.
“ Ya Allah sudahkah kusampaikan?”
“Kalian akan menemui Allah maka janganlah kalian kembali sesudahku menjadi sesat, sebagian kalian memukul tengkuk sebagian yang lain. Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir,barangkali sebagian orang yang menerima kabar (tidak langsung) lebih mengerti daripada orang yang mendengarkannya (secara langsung). Kalian akan ditanya tentang aku maka apakah yang hendak kalian katakan?”.
Mereka menjawab: “Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan (risalah), telah menunaikan dan memberi nasehat.“ Kemudian seraya menunjuk ke arah langit dengan jari telunjuknya, Nabi saw bersabda: “Ya Allah, saksikanlah.” (tiga kali).
Setelah itu turunlah ayat 3 surat Al-Maidah berikut :
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Subhanallah .. betapa leganya hati Rasulullah saw. 22 tahun sudah beliau abdikan jiwa dan raganya bagi memenuhi perintah Tuhannya. Beliau ridho ‘mengorbankan’ seluruh kesenangan hidup duniawinya, keluarga dan harta bendanya demi mencari ridho dan kasih sayang Sang Khalik. Penolakan, ejekan, cemoohan, hinaan hingga penyiksaan, semua beliau lalui dengan sabar dan tawakal. Perjuangan demi perjuangan terus beliau lalui dengan keyakinan pertolongan Allah pasti datang. Islam dengan kalimat tauhidnya pasti akan berkibar memenuhi bumi-Nya. Dan inilah janji yang dinantikan beliau.
Disaksikan 144 ribu umat Islam yang memenuhi padang Arafah, Rasulullah menyampaikan apa yang harus disampaikannya. Kemudian Allah swt pun menjawab pernyataan Rasul-Nya tersebut dengan telah sempurnanya perintah-Nya. Berarti Allah Azza wa Jalla puas dan telah menerima pertanggung-jawaban nabi saw. Ya, inilah puncak kebahagiaan Rasulullah. Allahuakbar … Allahuakbar … Allahuakbar ..
Namun sebaliknya dengan Umar bin Al-Khaththab. Mendengar firman Allah tersebut, ia malah meneteskan air mata. Ketika hal ini ditanyakan kepadanya,“Umar! Mengapa engkau menangis? Bukankah engkau ini jarang sekali menangis?”
“Karena aku tahu, selepas kesempurnaan hanya ada kekurangan,” jawab Umar. Tampaknya ia telah merasakan suasana perpisahan (wada’) terakhir dengan Rasulullah saw yang sangat dicintainya.
Nabi saw tetap tinggal di Arafah hingga terbenam matahari. Pada saat terbenam matahari itu Nabi saw berserta orang-orang yang menyertainya berangkat ke Muzdalifah. Seraya memberikan isyarat dengan tangan kanannya beliau bersabda:
“Wahai manusia, harap tenang, harap tenang!“. Kemudian beliau menjama‘ takhir shalat maghrib dan Isya‘ di Muzdalifah kemudian sebelum terbit matahari beliau berangkat ke Mina, lalu melontar Jumratul Aqabah dengan tujuh batu kecil seraya bertakbir di setiap lontaran. Setelah itu beliau pergi ke tempat penyembelihan lalu menyembelih 63 binatang sembelihan (budnah). Kemudian beliau menyerahkan kepada Ali untuk menyembelih sisanya sampai genap 100 sembelihan.
Setelah itu beliau naik kendaraannya berangkat ke Ka‘bah (ifadhah) lalu shalat dhuhur di Mekkah, dan pergi mendatangi Banu Abdul Muthalib yang sedang mengambil air Zamzam lalu bersabda: “Timbalah wahai banu Abdul Muthalib, kalaulah tidak karena orang-orang berebut bersama kalian, niscaya aku menimba bersama kalian.“ Kemudian mereka memberikan setimba air kepadanya dan beliaupun minum darinya. Kemudian Nabi saw berangkat kembali ke Madinah.
Sesampai di Madinah, Rasulullah mengumpulkan kembali para sahabat. Rasulullah mengulang kembali ayat 3 surat Al-Maidah yang diturunkan di padang Arafah dan menceritakan apa yang dikatakan malaikat Jibril as kepada beliau.
“Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah swt dan demikian juga apa yang terlarang oleh-Nya. Oleh itu kamu kumpulkan para sahabatmu dan beritahu kepada mereka bahwa hari ini adalah hari terakhir aku bertemu dengan kamu“.
Mendengar berita tersebut maka para sahabatpun berseru gembira ““Agama kita telah sempurna. Agama kila telah sempuma”.
Sebaliknya dengan Abu Bakar ra. Ia segera pulang ke rumah, mengunci pintu dan menangis kuat-kuat. Ia begitu berduka menyadari bahwa kekasih Allah yang sejak kecil telah menjadi sahabat terbaiknya ini akan segera meninggalkannya. Sementara itu para sahabat lain merasa heran akan kesedihan Abu Bakar.
“Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat kamu menangis sehingga begini sekali keadaanmu? Sepatutnya kamu berasa gembira sebab agama kita telah sempuma.”
Abu Bakarpun menjawab :”Wahai para sahabatku, kamu semua tidak tahu tentang musibah yang menimpa kamu. Tidakkah kamu menyadari bahwa apabila suatu perkara itu telah sempuma maka akan terlihatlah kekurangannya. Turunnya ayat tersebut, menunjukkan dekatnya perpisahan kita dengan Rasulullah saw, Hasan dan Husin akan segera menjadi yatim dan para isteri nabi menjadi janda”.
Mendengar jawaban Abu Bakar itu, serentak para sahabatpun ikut menangis. Salah seorang yang melihat peristiwa tersebut kemudian melaporkannya kepada Rasulullah. “Ya Rasulullah, kami baru pulang dari rumah Abu Bakar dan kami mendapati banyak orang menangis dengan suara yang kuat di hadapan rumah beliau”.
Maka berubahlah muka Rasulullah. Dengan bergegas beliau menuju ke rumah Abu Bakar.
“Wahai para sahabatku, kenapakah kalian semua menangis?”, tanya Rasulullah cemas.“Ya Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa turunnya ayat 3 surat Al-Maidah adalah menandakan bahwa waktu wafatmu telah dekat. Benarkah itu, ya Rasulullah?”, tanya Ali bin Abu Thalib resah.
“ Semua yang dikatakan Abu Bakar itu benar adanya. Sesungguhnya masa untuk aku meninggalkan kalian semua telah hampir dekat.”, begitu jawab Rasulullah.
Kemudian satu demi satu Rasulullullah saw menyalami para sahabat dan berwasiat kepada mereka. Maka pecahlah tangis dimana-mana. Untuk beberapa lama suasana duka menyelimuti sekitar rumah Abu Bakar. Selanjutnya ada beberapa pendapat tentang berapa lamanya Rasulullah berada di antara para sahabat sejak turunnya ayat di padang Arafah tersebut. Ada yang mengatakan 21 hari, ada pula yang mengatakan 35 hari. Namun ada juga yang mengatakan Rasulullah masih ada di antara para sahabat hingga 50 bahkan 81 hari setelahnya.
Kembali ke menu daftar isi
“Aku Thawaf di Ka‘bah sebagaimana saat aku dilahirkan oleh ibuku, tidak ada kotoran benda dunia yang melekat ditubuhku“, itulah alasan jahiliyah yang dikemukan kaum Musrykin mengapa ketika berhaji mereka telanjang.
“Dan (inilah) suatu permakluman dari Allah dan Rasul-Nya kepada umat manusia pada hari haji akbar, bahwa sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya berlepas diri dari orang-orang musyrikin. Kemudian jika kamu (kaum musyrikin) bertaubat, maka bertaubat itu lebih baik bagimu; dan jika kamu berpaling, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya kamu tidak dapat melemahkan Allah. Dan beritakanlah kepada orang-orang kafir (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih”.(QS.At-Taubah(9):3).
Ibnu Sa‘ad meriwayatkan bahwa ketika Nabi saw menunjuk Abu Bakar sebagai Amir Jama‘ah haji, ia (Abu Bakar) berangkat bersama 300 orang dari penduduk Madinah dengan membawa 20 ekor binatang qurban. Rombongan ini berangkat tak lama setelah kaum Muslimin kembali dari Perang Tabuk.
Tahun berikutnya, yaitu pada tanggal 25 Dzul Qaidah tahun 10 H, Rasulullah saw keluar dari Madinah untuk melaksanakan haji. Ada perbedaan pendapat di kalangan para perawi. Ahlul Madinah berpendapat bahwa Nabi saw melaksanakan haji ifrad, sedangkan yang lainnya berpendapat bahwa beliau melakukan haji Qiran.
Jabir berkata: Setelah onta yang membawanya sampai di lapangan besar aku lihat sejauh pandangan mata lautan manusia mengitari Rasulullah saw, di depan , belakang, sebelah kiri dan kanan beliau. Rasulullah sendiri berada di hadapan kami dan di saat itu pula beliau menerima wahyu.
Maka pada hari Arafah, tepat pada tanggal 10 Dzulhijjah itu, Rasulullah saw menyampaikan khutbah terakhirnya. Khutbah ini disaksikan oleh 124 ribu ( ada yang mengatakan 144 ribu) kaum Muslimin yang saat itu sedang melaksanakan wuquf bersama Rasulullah.
“Wahai manusia, dengarkanlah apa yang hendak kukatakan. Mungkin sehabis tahun ini, aku tidak akan bertemu lagi dengan kalian di tempat ini untuk selama-lamanya…. Hai manusia, sesungguhnya darah dan harta benda kalian adalah suci bagi kalian (yakni tidak boleh dinodai oleh siapapun juga) seperti hari dan bulan suci sekarang ini di negeri kalian ini. Ketahuilah, sesungguhnya segala bentuk perilaku dan tindakan jahiliyah tidak boleh berlaku lagi. Tindakan menuntut balas atas kematian seseorang sebagaimana yang berlaku di masa jahiliyah juga tidak boleh berlaku lagi. Tindak pembalasan jahiliyah seperti itu pertama kali kunyatakan tidak berlaku ialah tindakan pembalasan atas kematian Ibnu Rabi‘ bin al Harits”..
“Riba jahiliyah tidak berlaku, dan riba yang pertama kunyatakan tidak berlaku adalah riba Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya segala macam riba tidak boleh berlaku lagi”.
“Hai manusia, di negeri kalian ini, setan sudah putus harapan sama sekali untuk dapat disembah lagi. Akan tetapi masih menginginkan selain itu. Ia akan merasa puas bila kalian melakukan perbuatan yang rendah. Karena itu hendaklah kalian jaga baik-baik agama kalian!”
“Hai manusia, sesungguhnya menunda berlakunya bulan suci akan menambah besarnya kekufuran. Dengan itulah orang-orang kafir menjadi tersesat. Pada tahun yang satu mereka langgar dan pada tahun yang lain mereka sucikan untuk disesuaikan dengan hitungan yang telah ditetapkan kesuciannya oleh Allah. Kemudian mereka menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah”.
“Sesungguhnya jaman berputar seperti keadaannya pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun adalah dua belas bulan. Empat bulan diantaranya adalah bulan-bulan suci. Tiga bulan berturut-turut : Dzul Qa‘dah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Bulan Rajab adalah antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya‘ban”..
“Wahai manusia, takutlah Allah dalam memperlakukan kaum wanita, karena kalian mengambil mereka sebagai amanat Allah dan kehormatan mereka dihalalkan bagi kalian dengan nama Allah. Sesungguhnya kalian mempunyai hak atas para istri kalian dan mereka pun mempunyai hak atas kalian. Hak kalian atas mereka ialah mereka sama sekali tidak boleh memasukkan orang yang tidak kalian sukai ke dalam rumah kalian. Jika mereka melakukan hal itu maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Sedangkan hak mereka atas kalian ialah kalian harus memberi nafkah dan pakaian kepada mereka secara baik”.
“Maka perhatikanlah perkataanku itu, wahai manusia, sesungguhnya aku telah sampaikan. Aku tinggalkan sesuatu kepada kalian, yang jika kalian pegang teguh, kalian tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya”.
“Wahai manusia, dengarkanlah taatlah sekalipun kalian diperintah oleh seorang hamba sahaya dari Habasyah yang berhidung gruwung, selama ia menjalankan Kitabullah kepada kalian”.
“Berlaku baiklah kepada para budak kalian….. berilah mereka makan apa yang kalian makan dan berilah pakaian dari jenis pakaian yang sama dengan kalian pakai. Jika mereka melakukan sesuatu kesalahan yang tidak bisa kalian ma‘afkan maka juallah hambah-hamba Allah itu dan janganlah kalian menyiksa mereka”.
“Wahai manusia, dengarkanlah perkataanku dan perhatikanlah! Kalian tahu bahwa setiap orang Muslim adalah saudara bagi orang-orang Muslim yang lain, dan semua kaum Muslimin adalah saudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu dari saudaranya kecuali yang telah diberikan kepadanya dengan senang hati, karena itu janganlah kalian menganiaya diri sendiri”.
“ Ya Allah sudahkah kusampaikan?”
“Kalian akan menemui Allah maka janganlah kalian kembali sesudahku menjadi sesat, sebagian kalian memukul tengkuk sebagian yang lain. Hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir,barangkali sebagian orang yang menerima kabar (tidak langsung) lebih mengerti daripada orang yang mendengarkannya (secara langsung). Kalian akan ditanya tentang aku maka apakah yang hendak kalian katakan?”.
Mereka menjawab: “Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan (risalah), telah menunaikan dan memberi nasehat.“ Kemudian seraya menunjuk ke arah langit dengan jari telunjuknya, Nabi saw bersabda: “Ya Allah, saksikanlah.” (tiga kali).
Setelah itu turunlah ayat 3 surat Al-Maidah berikut :
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barangsiapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Subhanallah .. betapa leganya hati Rasulullah saw. 22 tahun sudah beliau abdikan jiwa dan raganya bagi memenuhi perintah Tuhannya. Beliau ridho ‘mengorbankan’ seluruh kesenangan hidup duniawinya, keluarga dan harta bendanya demi mencari ridho dan kasih sayang Sang Khalik. Penolakan, ejekan, cemoohan, hinaan hingga penyiksaan, semua beliau lalui dengan sabar dan tawakal. Perjuangan demi perjuangan terus beliau lalui dengan keyakinan pertolongan Allah pasti datang. Islam dengan kalimat tauhidnya pasti akan berkibar memenuhi bumi-Nya. Dan inilah janji yang dinantikan beliau.
Disaksikan 144 ribu umat Islam yang memenuhi padang Arafah, Rasulullah menyampaikan apa yang harus disampaikannya. Kemudian Allah swt pun menjawab pernyataan Rasul-Nya tersebut dengan telah sempurnanya perintah-Nya. Berarti Allah Azza wa Jalla puas dan telah menerima pertanggung-jawaban nabi saw. Ya, inilah puncak kebahagiaan Rasulullah. Allahuakbar … Allahuakbar … Allahuakbar ..
Namun sebaliknya dengan Umar bin Al-Khaththab. Mendengar firman Allah tersebut, ia malah meneteskan air mata. Ketika hal ini ditanyakan kepadanya,“Umar! Mengapa engkau menangis? Bukankah engkau ini jarang sekali menangis?”
“Karena aku tahu, selepas kesempurnaan hanya ada kekurangan,” jawab Umar. Tampaknya ia telah merasakan suasana perpisahan (wada’) terakhir dengan Rasulullah saw yang sangat dicintainya.
Nabi saw tetap tinggal di Arafah hingga terbenam matahari. Pada saat terbenam matahari itu Nabi saw berserta orang-orang yang menyertainya berangkat ke Muzdalifah. Seraya memberikan isyarat dengan tangan kanannya beliau bersabda:
“Wahai manusia, harap tenang, harap tenang!“. Kemudian beliau menjama‘ takhir shalat maghrib dan Isya‘ di Muzdalifah kemudian sebelum terbit matahari beliau berangkat ke Mina, lalu melontar Jumratul Aqabah dengan tujuh batu kecil seraya bertakbir di setiap lontaran. Setelah itu beliau pergi ke tempat penyembelihan lalu menyembelih 63 binatang sembelihan (budnah). Kemudian beliau menyerahkan kepada Ali untuk menyembelih sisanya sampai genap 100 sembelihan.
Setelah itu beliau naik kendaraannya berangkat ke Ka‘bah (ifadhah) lalu shalat dhuhur di Mekkah, dan pergi mendatangi Banu Abdul Muthalib yang sedang mengambil air Zamzam lalu bersabda: “Timbalah wahai banu Abdul Muthalib, kalaulah tidak karena orang-orang berebut bersama kalian, niscaya aku menimba bersama kalian.“ Kemudian mereka memberikan setimba air kepadanya dan beliaupun minum darinya. Kemudian Nabi saw berangkat kembali ke Madinah.
Sesampai di Madinah, Rasulullah mengumpulkan kembali para sahabat. Rasulullah mengulang kembali ayat 3 surat Al-Maidah yang diturunkan di padang Arafah dan menceritakan apa yang dikatakan malaikat Jibril as kepada beliau.
“Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah swt dan demikian juga apa yang terlarang oleh-Nya. Oleh itu kamu kumpulkan para sahabatmu dan beritahu kepada mereka bahwa hari ini adalah hari terakhir aku bertemu dengan kamu“.
Mendengar berita tersebut maka para sahabatpun berseru gembira ““Agama kita telah sempurna. Agama kila telah sempuma”.
Sebaliknya dengan Abu Bakar ra. Ia segera pulang ke rumah, mengunci pintu dan menangis kuat-kuat. Ia begitu berduka menyadari bahwa kekasih Allah yang sejak kecil telah menjadi sahabat terbaiknya ini akan segera meninggalkannya. Sementara itu para sahabat lain merasa heran akan kesedihan Abu Bakar.
“Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat kamu menangis sehingga begini sekali keadaanmu? Sepatutnya kamu berasa gembira sebab agama kita telah sempuma.”
Abu Bakarpun menjawab :”Wahai para sahabatku, kamu semua tidak tahu tentang musibah yang menimpa kamu. Tidakkah kamu menyadari bahwa apabila suatu perkara itu telah sempuma maka akan terlihatlah kekurangannya. Turunnya ayat tersebut, menunjukkan dekatnya perpisahan kita dengan Rasulullah saw, Hasan dan Husin akan segera menjadi yatim dan para isteri nabi menjadi janda”.
Mendengar jawaban Abu Bakar itu, serentak para sahabatpun ikut menangis. Salah seorang yang melihat peristiwa tersebut kemudian melaporkannya kepada Rasulullah. “Ya Rasulullah, kami baru pulang dari rumah Abu Bakar dan kami mendapati banyak orang menangis dengan suara yang kuat di hadapan rumah beliau”.
Maka berubahlah muka Rasulullah. Dengan bergegas beliau menuju ke rumah Abu Bakar.
“Wahai para sahabatku, kenapakah kalian semua menangis?”, tanya Rasulullah cemas.“Ya Rasulullah, Abu Bakar mengatakan bahwa turunnya ayat 3 surat Al-Maidah adalah menandakan bahwa waktu wafatmu telah dekat. Benarkah itu, ya Rasulullah?”, tanya Ali bin Abu Thalib resah.
“ Semua yang dikatakan Abu Bakar itu benar adanya. Sesungguhnya masa untuk aku meninggalkan kalian semua telah hampir dekat.”, begitu jawab Rasulullah.
Kemudian satu demi satu Rasulullullah saw menyalami para sahabat dan berwasiat kepada mereka. Maka pecahlah tangis dimana-mana. Untuk beberapa lama suasana duka menyelimuti sekitar rumah Abu Bakar. Selanjutnya ada beberapa pendapat tentang berapa lamanya Rasulullah berada di antara para sahabat sejak turunnya ayat di padang Arafah tersebut. Ada yang mengatakan 21 hari, ada pula yang mengatakan 35 hari. Namun ada juga yang mengatakan Rasulullah masih ada di antara para sahabat hingga 50 bahkan 81 hari setelahnya.
Kembali ke menu daftar isi