Hijrah ke Madinah

Kekesalan orang-orang kafir Quraisy makin meningkat mengetahui bahwa sebagian besar pemeluk Islam Mekah telah pergi meninggalkan kota dan disambut  baik pula oleh penduduk Yatsrib (Madinah). Dan pada puncaknya mereka memutuskan untuk mengadakan pertemuan darurat. Dalam pertemuan tersebut diambil keputusan bahwa Muhammad harus dibunuh secepatnya sebelum beliau meninggalkan Mekah. Diputuskan bahwa setiap suku harus mengirimkan seorang utusannya. Kemudian secara bersama-sama mereka akan membunuh Rasulullah. Dengan demikian keluarga besar nabi  (bani Manaf) tidak akan berani menuntut balas kematian anggota keluarganya itu. (Menuntut balas atas kematian salah seorang anggota keluarga adalah suatu hal yang biasa terjadi di tanah Arab).

“Dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya”. (QS.Al-Anfal(8):30).

Maka pada malam hari yang telah ditentukan merekapun berkumpul di depan pintu kamar Rasulullah. Secara kasar dan tiba-tiba mereka mendobrak pintu. Namun yang mereka dapati di atas pembaringan kamar tersebut ternyata hanya Ali bin Abu Thalib ! Karena tanpa mereka ketahui, menjelang magrib Rasulullah telah menyelinap keluar kamar dan menuju rumah Abu Bakar ra. 

Berdua mereka meninggalkan Mekah dengan mengendarai dua ekor unta terbaik yang telah dipersiapkan sebelumnya oleh sahabat baik nabi tersebut. Beberapa riwayat menceritakan bahwa ketika Rasulullah meninggalkan kamar, beliau menaburkan sejumlah pasir ke muka orang-orang Quraisy yang ketika itu berjaga di depan kamar beliau sambil membaca ayat berikut :

“Dan Kami adakan di hadapan mereka dinding dan di belakang mereka dinding (pula), dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat”.(QS.Yasin(36):9 ).

Tak seorangpun yang mengetahui kepergian Rasulullah kecuali Ali dan anak-anak Abu Bakar, yaitu Abdullah, Asma dan Aisyah serta pembantu setia Abu Bakar. Dengan menyewa seorang penunjuk jalan yang dapat dipercaya,  Rasulullah dan Abu Bakar menelusuri jalan yang tidak lazim digunakan. Mereka mengambil jalur berputar ke arah Yaman di selatan. Di suatu tempat sekitar 6 km Mekah, mereka berpisah, si penunjuk jalan kembali ke Mekah sedangkan Rasulullah dan Abu Bakar bersembunyi di sebuah gua di sekitar tempat tersebut.

Di gua ini mereka tinggal selama 3 malam. Abdullah bin Abu Bakar yang belakangan menyusul bertugas mengawasi keadaan. Asma dan Aisyah bertugas mengirim makanan. Sedangkan pembantu Abu Bakar setiap pagi dengan berpura-pura menggembalakan kambing hingga sore hari bertugas menghapus jejak. Namun selama 3 malam di dalam gua itu bukannya tanpa kesulitan. Sejumlah riwayat menceritakan keberadaan seekor ular di balik gua tersebut.

Suatu saat Rasulullah tertidur di bahu Abu Bakar. Ketika itulah tiba-tiba Abu Bakar melihat seekor ular datang perlahan mendekatinya. Tiba-tiba ular tersebut mematuk kakinya. Abu Bakar menahan nafas. Ia tidak berani bergerak karena khawatir membangunkan Rasulullah. Setelah beberapa detik melilit kaki Abu Bakar yang berusaha tenang, ular tersebut lalu pergi menjauh.  Beberapa menit kemudian Abu Bakar merasa tubuhnya panas terbakar. Rupanya racun ular mulai bereaksi. Didorong rasa cintanya yang begitu tinggi terhadap kekasih Allah ini, Abu Bakar tetap berusaha diam. Namun karena sakitnya, tak urung air matanyapun akhirnya menetes dan jatuh mengenai Rasulullah.

Rasulullah terbangun. “ Mengapa engkau menangis, wahai sahabat? Menyesalkah engkau telah mendampingiku ? » tanya Rasulullah khawatir. «  Tentu tidak ya Rasul Allah. Tapi seekor ular telah menggigitku dan racunnya mulai menyakitiku hingga tanpa sengaja air mataku menetes », jawab Abu Bakar menyesal.

Rasulullah tersentak. «  Mengapa engkau tidak mengatakannya ? », tanya Rasul lagi. « Aku tidak ingin membuatmu terbangun « , jawab Abu Bakar pendek. Rasulullah tersenyum terharu. Betapa tinggi rasa cinta sahabat nabi ini hingga ia rela berkorban kakinya digigit ular. Maka tanpa menunggu lebih lama lagi  Rasulullahpun segera mengusap bekas gigitan tadi dengan ludah beliau. Dan dengan izin-Nya luka tersebut kembali pulih. Jadi sungguh pantas bila suatu ketika Rasulullah berujar :

“Sekiranya aku mengambil seorang kekasih (khalil) niscaya Abu Bakarlah orangnya”. (HR Muslim).

«Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik”.(QS.At-Taubah (9):24).

“Tidaklah beriman salah seorang diantaramu sehingga aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya dan semua orang “. ( HR Muttafaq’alaih).

Sementara itu penduduk Mekah heboh. Mereka bukan saja gagal membunuh Rasulullah namun bahkan telah kehilangan jejak. Dengan mengerahkan seluruh kekuatan mereka melacak semua jalur Mekah – Madinah. Gua Tsur, gua dimana Rasulullah dan Abu Bakar bersembunyi tidak luput dari pengamatan. Rupanya walaupun pembantu Abu Bakar telah berusaha menghapus jejak mereka, Allah swt berkehendak lain. Mereka tetap menemukan jejak hingga ke mulut gua. Tetapi sesampai di sana jejak tersebut menghilang.

“Mungkinkah mereka bersembunyi di dalam gua ini ”, Tanya salah satu orang yang mengikuti jejak tersebut dengan nada ragu. “ Tetapi bagaimana mungkin mereka bisa masuk ?”, lanjutnya sambil memandang tak percaya ke arah seekor burung merpati yang tengah mengerami telurnya di depan gua sementara sarang laba-laba terlihat menutupi mulut gua. Ia berusaha menjengukkan kepalanya ke arah gua.

Abu Bakar mendongakkan kepalanya. Dengan suara gemetar ia berkata lirih : “ Oh kita pasti tertangkap. Bila mereka melihat ke bawah pasti kita akan terlihat”.  “ Janganlah engkau menyangka bahwa kita hanya berdua. Sesungguhnya Allah beserta kita dan Ia pasti melindungi kita”, jawab 

Rasulullah tenang. Peristiwa menegangkan ini kemudian diabadikan dalam ayat berikut :

“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan ketenangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.(QS.At-Taubah(9):40).

Maksud ‘tentara yang kamu tidak melihatnya’ pada ayat di atas adalah burung merpati yang sedang mengerami telurnya serta laba-laba yang menutupi mulut gua. Akhirnya orang Quraisy tersebut meninggalkan gua dan mencari ke tempat lain. Setelah keadaan aman, Rasulullah dan Abu Bakar meneruskan perjalanan. Siang malam mereka menempuh perjalanan berjarak 434 km, dengan hanya mengendarai unta. Padang pasir panas nan luas dimana sekali-sekali terdapat bukit batu cadas itu benar-benar merupakan medan berat yang sungguh melelahkan. Namun dengan penuh kesabaran mereka melaluinya.

Sementara itu para pemuka Quraisy mengumumkan sayembara bahwa siapa yang bisa menemukan Rasulullah akan diberi hadiah 100 ekor unta. Seketika orang-orangpun berlomba mencari beliau. Salah satunya adalah Suraqah bin Malik. Dengan kudanya ia mencari dan berusaha keras memenangkan hadiah menggiurkan tersebut. Di tengah gurun pasir itulah  ia tiba-tiba melihat bayangan dua orang berunta. Karena tidak ingin berbagi hadiah, Suraqah segera mengelabui teman yang pergi bersamanya. Ia mengatakan bahwa ia melihat bayangan orang berunta namun dengan menunjukkan arah yang berlawanan! Setelah itu, sendiri, ia berbalik arah dan secepatnya mengejar Rasulullah.

Namun ketika jarak mereka tinggal beberapa meter lagi, tiba-tiba kuda Suraqah tersungkur dan iapun jatuh terpelanting. Ia segera berdiri dan kembali mengejar. Berkali-kali Abu Bakar menoleh ke belakang, khawatir terkejar. Jarak mereka makin dekat. Namun sekali lagi, tanpa sebab yang jelas, kuda Suraqah kembali terjerembab. Sayup-sayup Suraqah mendengar Rasulullah membaca sesuatu. Rupanya itu adalah bacaan Al-Quran. Suraqah kembali berdiri dan menunggangi kudanya. Tetapi tiba-tiba ia terpelanting lagi dari kudanya. Seketika muka Suraqah menjadi pucat. Dengan susah payah ia berusaha bangun dan menyingkirkan pasir yang menyelimutinya tubuhya. Suraqah berteriak-teriak meminta ampun.

Akhirnya Abu Bakar mendekatinya. Sambil memberinya sejumlah uang, sahabat nabi yang kaya raya ini menyuruhnya pergi dan berpesan untuk berpura-pura tidak melihat apalagi bertemu mereka. Dengan wajah terheran-heran, Suraqah hanya manggut-manggut  sambil mengantongi uangnya lalu pergi secepatnya.

Rasullullah kembali meneruskan perjalanannya. Dua minggu lamanya, kedua hamba Allah itu mengarungi lautan pasir nan panas membara ketika siang hari dan dingin yang menggigit hingga menusuk jauh ke tulang ketika malam hari tiba. Di dalam keheningan malam dan teriknya siang hari, di bawah naungan selimut langit luas tak bertepi mereka berdua harus menahan lapar dan haus. Ini semua demi mencari ridho Sang Khalik, demi melaksanakan amanat maha berat yang dipikulkan ke pundak Rasulullah agar menyampaikan pesan-Nya kepada umat manusia, agar menyembah hanya kepada-Nya, Allah Azza wa Jalla tanpa mempersekutukan dengan apapun.

Perjalanan hijrah bukanlah perpindahan fisik belaka dari Mekah ke Madinah. Rasulullah dan juga para sahabat hijrah dengan membawa luka yang teramat dalam. Mekah adalah kota kelahiran mereka dimana berkumpul sanak saudara dan handai taulan. Disinilah tempat mereka mencari nafkah dan kehidupan. Namun sejak Rasulullah memperkenalkan ajaran Islam, semua itu menjadi tidak berarti bila mereka tidak bisa menjalankan ajaran dengan baik.

Bagi Rasulullah lebih berat lagi. Nyaris 13 tahun beliau berdakwah ternyata hanya 70 orang-an saja penduduk Mekah yang mau menerima ajakan beliau. Sesungguhnya bukan caci maki dan penolakan yang lebih dikhawatirkan beliau namun ridho Allah yang dikhawatirkannya. Namun dengan terus turunnya ayat-ayat selama perjalanan panjang Mekah -Madinah, ini menandakan bahwa Sang Kahlik tetap ridho.

“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya…“(QS.Al-Baqarah(2):272).
” …  maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang“. (QS.An-Nahl(16):35).

“Ketika saudara mereka Hud berkata kepada mereka: “Mengapa kamu tidak bertakwa? Sesungguhnya aku adalah seorang rasul kepercayaan (yang diutus) kepadamu maka bertakwalah kepada Allah dan ta`atlah kepadaku. Dan sekali-kali aku tidak minta upah kepadamu atas ajakan itu; upahku tidak lain hanyalah dari Tuhan semesta alam”. (QS.Asy-Syu’ara(26):124-127).

“Jika mereka mendustakan kamu, maka sesungguhnya rasul-rasul sebelum kamupun telah didustakan (pula), mereka membawa mu`jizat-mu`jizat yang nyata, Zabur dan kitab yang memberi penjelasan yang sempurna”. (QS.Ali Imran(3):184).

Allah swt sengaja menceritakan kisah-kisah para rasul yang selalu didustakan umatnya bukan saja hanya sebagai peringatan bagi kita namun juga sebagai penghibur bagi Rasulullah agar beliau bersabar. Ini yang menjadi penguat dan penghibur Rasulullah.

Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui “. (QS.Al-Baqarah(2):115).

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Tirmidzi dan Nasa’i, Ibnu Umar menceritakan bahwa ayat diatas diturunkan ketika Rasulullah dalam perjalanan hijrah tersebut. Di atas untanya, beliau mendirikan shalat kemanapun untanya menghadap.

Waktupun tak terasa berlalu. Akhirnya, atas izin-Nya, dengan selamat Rasulullahpun tiba di Quba, sebuah desa perkebunan kurma tidak jauh dari Madinah. Beliau disambut dengan suka cita oleh penduduk setempat. Selama beberapa hari beliau tinggal di kota ini. Di kota ini pula Rasulullah membangun masjid pertama bagi umat Islam.

«Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar takwa (mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu bersembahyang di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih ». (QS.At-Taubah (9) :108).

Ayat di atas diturunkan sehubungan dengan orang-orang Munafik Madinah yang meminta Rasulullah agar mau shalat di dalam masjid yang mereka dirikan. Semula Rasulullah yang ketika itu sedang bersiap-siap menuju medan perang berjanji akan memenuhi permintaan mereka begitu kembali nanti. Namun melalui ayat diatas ternyata Allah melarang Rasulullah memenuhi janji tersebut. Karena masjid tersebut di bangun tidak atas dasar takwa tidak seperti masjid Quba, masjid pertama  yang didirikan begitu Rasulullah tiba dari Mekah. Masjid Quba benar-benar murni dibangunatas  dasar ketakwaan.

Selanjutnya Rasulullah meneruskan perjalanan ke kota Madinah. Beliau memasuki kota ini tepat pada malam hari tanggal 12 Rabi’ul awal. Di kota ini beliau dielu-elukan seluruh penduduk yang begitu bersemangat ingin berjumpa dengan Sang Utusan yang belum pernah mereka lihat namun telah membuat hati mereka jatuh hati karena ayat-ayat suci Al-Quran yang sampai kepada mereka.

Semua orang tumpah ke jalanan. Mereka menarik-narik tali unta Rasulullah dengan harapan Rasulullah sudi tinggal di rumah mereka. Namun Rasulullah bersabda : “Biarkan saja tali unta itu karena ia berjalan menurut perintah.“ Untapun terus berjalan memasuki lorong-lorong Madinah hingga sampai pada sebidang tanah tempat pengeringan kurma. Tanah yang terletak di depan  rumah Abu Ayyub al-Ansary tersebut adalah milik dua anak yatim dari bani Najjar. Rasulullah kemudian bersabda: “Di sinilah tempatnya insya Allah.“