“Siapa
saja yang memasuki rumah Abu Sufyan, maka ia aman, siapa saja yang
menutup pintu rumahnya, maka ia aman. Dan siapa saja yang memasuki Masjid al-Haram, maka ia aman”.
Ya, itulah yang dikatakan Rasulullah kepada Abu Sufyan agar disampaikan kepada orang-orang Quraisy Mekah yang akan beliau masuki beberapa saat lagi. Ini adalah cara Rasulullah menghindari perang antar saudara. Rasulullah hendak menaklukkan Mekah dengan Ka’bahnya bukan karena nafsu perang melainkan demi meluruskan kembali ajaran Ibrahim yang berabad-abad lamanya telah diselewengkan.
Setelah Abu Sufyan dan 2 kawannya yang diserahi memata-matai kaum Muslimin tertangkap, Rasulullah segera meneruskan perjalanan menuju Mekah. Akan tetapi sebelum berangkat, beliau berpesan kepada Abbas bin Abdul Muthalib, paman yang dicintai sekaligus sahabat Abu Sufyan yang baru saja memeluk Islam, agar menahan sahabatnya itu di mulut lembah yang akan dilalui pasukan Muslim. Rasulullah memang bermaksud mempertontonkan kekuatan dan kebesaran pasukan tersebut kepada pemimpin Quraisy yang disegani masyarakatnya itu.
“Kalau begitu, alangkah mulianya”, ungkap Abu Sufyan dengan yakin. Sekarang ia mulai mantap dengan status keislamannya.
Demikianlah Ibnu Sa’ad, Ibnu Ishaq, Ibnu Jurair juga Bukhari meriwayatkan kekaguman Abu Sufyan akan kebesaran Islam. Meski sebenarnya malam sebelum berikrarpun ia telah terkagum-kagum dengan pasukan Islam yang pada malam yang dingin itu sedang melaksanakan wudhu sebelum shalat.
Riwayat di atas juga mengandung hikmah bahwa apa yang disangka Abu Sufyan kerajaan itu tidak sama dengan kenabian. Nyaris 22 tahun lamanya Rasulullah berjuang menegakkan agama Islam, bukan kerajaan. Jika hanya sekedar kekuasaan dan kerajaan sebenarnya Rasulullah dapat meraihnya tanpa perlu berhijrah ke Madinah. Para pemuka Quraisy sendirilah yang ketika itu menawarkannya kepada Rasulullah, saking gemasnya melihat kekerasan hati Rasulullah dalam berdakwah menuju Islam.
Selanjutnya Abbas berkata, : “Selamatkanlah kaummu !”. Maka Abu Sufyanpun segera pergi ke Mekah sebelum Rasulullah dan pasukan Islam memasukinya. Dengan suara nyaring, ia berteriak :
“Wahai orang-orang Quraisy, Muhammad datang kepada kalian membawa pasukan yang tidak mungkin dapat kalian atasi. Karena itu barang siapa memasuki rumah Abu Sufyan, maka ia aman, barang siapa menutup pintu rumahnya, maka ia aman. Dan barang siapa memasuki Masjid al-Haram, maka ia aman.”
Mendengar itu, istri Abu Sufyan, Hindun binti Uthbah, memarahinya “Alangkah buruknya perbuatanmu sebagai pemimpin”. Abu Sufyan menegaskan “ Celakalah kalian kalau bertindak menuruti hawa nafsu. Muhammad datang kepada kalian membawa pasukan yang tidak mungkin dapat kalian tandingi”.
Sementara orang-orang Quraisy mencemoohnya , “Celakalah engkau, hai Abu Sufyan! Apa gunanya rumahmu bagi kami?”. Lalu Abu Sufyan menyahut : ” Barangsiapa menutup pintu rumahnya, maka ia aman. Dan barang siapa memasuki Masjid al-Haram, maka ia aman”.
Menyadari bahwa pemimpin mereka tidak main-main, akhirnya merekapun berlarian, sebagian pulang ke rumah menutup pintu dan sebagian lain berlindung ke Masjidil Haram. Sementara itu Rasulullah telah makin mendekati Mekah. Beliau memasuki kota ini dari dataran tinggi Kida dan memerintahkan pasukan pimpinan Khalid bin Walid masuk melalui dataran rendah Kida.
Bukhari meriwayatkan dari Mu’awiyah bin Qurrah, ia berkata, “ Aku pernah mendengar Abdullah bin Mughaffal berkata, ‘Aku melihat Rasulullah pada waktu Fath-Makkah berada diatas untanya seraya membaca surat Al-Fath berulang-ulang dengan bacaan yang merdu sekali. Sabda beliau, “ Seandainya orang-orang tidak berkerumun di sekitarku, niscaya aku akan membacanya berulang-ulang”.
Maka pasukan demi pasukanpun berjalan melewati Abu Sufyan. Tercengang ia dibuatnya hingga ia merinding ketakutan.
“Abbas, siapakah mereka itu?”
“Mereka itu kabilah Sulaim”, jawab Abbas.
“Apa urusanku dengan kabilah Sulaim?!” komentar Abu Sufyan.
Kabilah lainpun lewat. Abu Sufyan bertanya lagi dengan pertanyaan yang sama.
“Mereka kabilah Muzainah,” Abbas menjawab lagi.
“Apa urusanku dengan Kabilah Muzainah?!”
Begitulah seterusnya hingga setiap kabilah lewat. Terakhir, pasukan Rasulullah yang berwarna hijaupun melewatinya. Abu Sufyan menatap tanpa berkedip. Mereka semua dilindungi baju besi.
“Subhanallah, Abbas! Siapa mereka itu?”
“Itu Rasul bersama Muhajirin dan Anshar.”
“Tidak ada seorang pun yang mampu menghadapi kekuatan mereka. Demi Allah, hai Abu Fadhal, kemenakanmu kelak akan menjadi maharaja besar ….”.
“Hai Abu Sufyan, itu bukan kerajaan, melainkan kenabian”, tukas Abbas.
“Kalau begitu, alangkah mulianya”, ungkap Abu Sufyan dengan yakin. Sekarang ia mulai mantap dengan status keislamannya.
Demikianlah Ibnu Sa’ad, Ibnu Ishaq, Ibnu Jurair juga Bukhari meriwayatkan kekaguman Abu Sufyan akan kebesaran Islam. Meski sebenarnya malam sebelum berikrarpun ia telah terkagum-kagum dengan pasukan Islam yang pada malam yang dingin itu sedang melaksanakan wudhu sebelum shalat.
iwayat di atas juga mengandung hikmah bahwa apa yang disangka Abu Sufyan kerajaan itu tidak sama dengan kenabian. Nyaris 22 tahun lamanya Rasulullah berjuang menegakkan agama Islam, bukan kerajaan. Jika hanya sekedar kekuasaan dan kerajaan sebenarnya Rasulullah dapat meraihnya tanpa perlu berhijrah ke Madinah. Para pemuka Quraisy sendirilah yang ketika itu menawarkannya kepada Rasulullah, saking gemasnya melihat kekerasan hati Rasulullah dalam berdakwah menuju Islam.
Selanjutnya Abbas berkata, : “Selamatkanlah kaummu !”. Maka Abu Sufyanpun segera pergi ke Mekah sebelum Rasulullah dan pasukan Islam memasukinya. Dengan suara nyaring, ia berteriak : “Wahai orang-orang Quraisy, Muhammad datang kepada kalian membawa pasukan yang tidak mungkin dapat kalian atasi. Karena itu barang siapa memasuki rumah Abu Sufyan, maka ia aman, barang siapa menutup pintu rumahnya, maka ia aman. Dan barang siapa memasuki Masjid al-Haram, maka ia aman.”
Mendengar itu, istri Abu Sufyan, Hindun binti Uthbah, memarahinya “Alangkah buruknya perbuatanmu sebagai pemimpin”. Abu Sufyan menegaskan “Celakalah kalian kalau bertindak menuruti hawa nafsu. Muhammad datang kepada kalian membawa pasukan yang tidak mungkin dapat kalian tandingi”.
Sementara orang-orang Quraisy mencemoohnya , “Celakalah engkau, hai Abu Sufyan! Apa gunanya rumahmu bagi kami?”. Lalu Abu Sufyan menyahut : ” Barangsiapa menutup pintu rumahnya, maka ia aman. Dan barang siapa memasuki Masjid al-Haram, maka ia aman”.
Menyadari bahwa pemimpin mereka tidak main-main, akhirnya merekapun berlarian, sebagian pulang ke rumah menutup pintu dan sebagian lain berlindung ke Masjidil Haram. Sementara itu Rasulullah telah makin mendekati Mekah. Beliau memasuki kota ini dari dataran tinggi Kida dan memerintahkan pasukan pimpinan Khalid bin Walid masuk melalui dataran rendah Kida.
Bukhari meriwayatkan dari Mu’awiyah bin Qurrah, ia berkata, “ Aku pernah mendengar Abdullah bin Mughaffal berkata, ‘Aku melihat Rasulullah pada waktu Fath-Makkah berada diatas untanya seraya membaca surat Al-Fath berulang-ulang dengan bacaan yang merdu sekali. Sabda beliau, “ Seandainya orang-orang tidak berkerumun di sekitarku, niscaya aku akan membacanya berulang-ulang”.
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata. supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan ni`mat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak)”.
“Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mu’min supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana supaya Dia memasukkan orang-orang mu’min laki-laki dan perempuan ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya dan supaya Dia menutupi kesalahan-kesalahan mereka. Dan yang demikian itu adalah keberuntungan yang besar di sisi Allah”,(QS. Al-Fath(48):1-5).
Rasulullah berpesan kepada pasukannya agar menghindari sebanyak mungkin korban. Hanya 6 orang lelaki dan 4 perempuan yang beliau perintahkan agar dibunuh dimanapun mereka berada. Mereka itu adalah Ikrimah bin Abu Jahal, Habbar bin al-Aswad, Abdullah bin Sa’ad bin Abu Sarah, Muqis bin Dhahabah al-Laitsi, Huwairits bin Nuqaid dan Abdullah bin Hilal. Sedangkan yang perempuan adalah Hindun binti Uthbah, Sarah, Fartanai dan Qarinah. Ke 10 orang ini adalah orang-orang kejam yang sangat membenci Islam dan harus dihukum mati.
Maka dalam waktu yang relatife singkat, pasukan Islampun berhasil menaklukkan Mekah dan Ka’bahnya tanpa banyak perlawanan kecuali pasukan Khalid. Pasukan ini akhirnya menang setelah memakan korban 24 orang Quraisy. Jumlah yang teramat sedikit bagi hitungan perang dimana pasukan Islam mengirimkan 10 ribu orang pasukan. Itupun tampak bahwa Rasulullah tidak senang ketika melihat kilatan pedang di kejauhan. Namun ketika beliau mendapat penjelasan bahwa itu adalah pasukan Khalid yang membalas serangan musuh, beliaupun hanya berkomentar : “Ketentuan Allah selalu baik”.
Rasulullah langsung menuju Ka’bah. Di sekitar tempat tersebut terdapat 360 berhala. Dengan mengucap “ Kebenaran telah tiba dan lenyaplah kebathilan. Kebenaran telah tiba dan kebathilan tak akan kembali lagi”, Rasulullah mengayunkan pentungan dan menghancurkannya satu persatu. Demikian pula berhala-berhala yang ada di dalam Ka’bah, semua dikeluarkan sebelum Rasulullah memasukinya. Beliau bertakbir disudut-sudut Ka’bah kemudian keluar.
Ketika Rasulullah hendak mengembalikan kunci pintu Ka’bah kepada Utsman bin Thalhah, Ali bin Abi Thalib, menantu Rasulullah, memohon agar kunci rumah suci tersebut diserahkan kepadanya. Namun atas perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala melalui Jibril as, Rasulullah tetap menyerahkannya kepada Utsman. Rasulullah tidak memindahkan hak tersebut karena itu memang perintah Sang Khalik.
“Terimalah kunci ini untuk selamanya. Bukan aku yang menyerahkan kepada kalian tetapi Allah menyerahkannya kepada kalian. Sesungguhnya tak seorangpun akan mencabutnya (hak memegang kunci Ka’bah) kecuali orang yang zalim”.
Tak lama kemudian turun ayat yang tertera di kain penutup Ka’bah hingga saat ini :
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”.(QS.An-Nisa(4):58).
Utsman memang adalah pemegang kunci Ka’bah secara turun temurun sejak zaman nabi Ismail as. Ia keturunan bani Thalhah. Namun setelah ia wafat, kunci kini dipegang oleh keturunan anak bapaknya, yaitu bani Syaibah, hingga detik ini. Setelah itu Rasulullah thawaf kemudian memerintahkan Bilal naik ke atas Ka’bah untuk mengumandangkan adzan shalat. Orang-orang kemudian berduyun-duyun masuk ke dalam agama Allah.
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan. Dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat”.(QS.An-Nasr(110):1-3).
Baca Juga :
Kembali ke menu daftar isi