Dakwah
kepada Ahli Kitab dalam rangka memurnikan penyembahan, yaitu menyembah
hanya kepada Allah Yang Esa tidak lebih ringan dari pada dakwah kepada
kaum Musyrikin. Sungguh berat perjuangan Rasulullah. Hanya berkat
pertolongan Allah swt jua Rasulullah bisa tetap bersabar terhadap
hinaan, cemoohan, kebencian hingga rasa permusuhan yang mendalam dari
orang-orang Nasrani dan Yahudi Madinah yang notabene sebenarnya telah
berada di bawah kekuasaan Islam. Karena nyatanya mereka tetap enggan
untuk tunduk terhadap hukum dan keputusan Rasulullah. Padahal mereka
telah terikat dalam Piagam Madinah yang disusun beliau. Tampak bahwa
mereka benar-benar keras kepala.
“Di antara Ahli Kitab ada orang yang
jika kamu mempercayakan kepadanya harta yang banyak, dikembalikannya
kepadamu; dan di antara mereka ada orang yang jika kamu mempercayakan
kepadanya satu Dinar, tidak dikembalikannya padamu, kecuali jika kamu
selalu menagihnya. Yang demikian itu lantaran mereka mengatakan: “Tidak
ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi. Mereka berkata dusta
terhadap Allah, padahal mereka mengetahui”.(QS.Ali Imran(3):75).
Mereka merasa bahwa kedudukan mereka lebih tinggi dari kaum Muslimin. Bahkan ada diantara mereka yang beranggapan bahwa tidak ada dosa bagi mereka bila mereka tidak ingin mengembalikan apa-apa yang mereka pinjam dari Muslimin.
Orang-orang ini juga suka berbohong tentang isi kitab suci mereka. Secara sengaja mereka memelintir ayat-ayat dan memutar-mutar maknanya hingga pas dan sesuai dengan apa yang diinginkan mereka. Hal ini terjadi karena Rasulullah memang memberi kebebasan kepada Ahli Kitab untuk menerapkan sendiri hukum agama mereka. Inilah bukti nyata betapa tingginya toleransi Islam terhadap pemeluk agama lain.
“Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui”.(QS.Ali Imran(3):78).
Sebagai seorang utusan Allah sekaligus pemimpin yang baik, Muhammad saw selalu menyediakan waktu untuk berkumpul, berbincang dan bertukar pendapat dengan seluruh warganya. Baik itu kaum Muslimin maupun bukan.
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya”. Katakanlah: “Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?” (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu)”. (QS.Al-Maidah(5):18).
Ibnu ‘Abbas memaparkan bahwa ayat di atas diturunkan berkenaan dengan Nu’man bin Qushay, Bahr bin ‘Umar dan Syasy bin Adi, yang suatu hari mendatangi Rasulullah dan berbincang-bincang. Rasul kemudian mengajak mereka untuk mengesakan Allah dan memperingatkan mereka dari siksaan-Nya. Merekapun berkata, “ Hai Muhammad, kau tidak perlu menakut-nakuti kami. Demi Allah, kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-Nya”. (HR. Ibnu Ishaq).
“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syari`at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul, agar kamu tidak mengatakan: “Tidak datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan”. Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.(QS.Al-Maidah(5):19).
Ibnu ‘Abbas menuturkan bahwa suatu saat Rasulullah berdakwah kepada orang-orang Yahudi agar mereka memeluk Islam. Namun mereka menolak. Dalam kesempatan itu Mu’adz bin Jabal dan Sa’ad bin ‘Ubadah, dua sahabat Anshar, berkata kepada mereka, : “ Wahai Yahudi, bertakwalah kepada Allah. Demi Allah, sesungguhnya kamu mengetahui bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Karena zaman dahulu kamu pernah menjelaskan sifat-sifat beliau sebelum diutus menjadi Rasul, dan itu ternyata sesuai dengan Muhammad”. Rafi’ bin Huraimalah dan Wahab bin Yahudza berkata , “ Kami tidak pernah menjelaskan seperti apa yang kamu jelaskan itu. Allah tidak menurunkan kitab lagi setelah Taurat dan tidak pernah mengutus nabi lagi setelah Musa.” (HR. Ibnu Ishaq).
Disamping penolakan yang dilontarkan secara terang-terangan, tidak jarang pula mereka menunjukkan ketaatan. Namun sayangnya, ketaatan tersebut hanyalah ketaatan palsu. Di siang hari mereka berpura-pura percaya kepada apa yang dikatakan Rasulullah. Tetapi malamnya mereka kembali mengingkarinya atau menyampaikannya kepada orang lain namun setelah di putar balikkan. Tujuannya tak lain tak bukan yaitu agar orang-orang yang tadinya telah beriman menjadi ragu, bimbang dan akhirnya murtad !
“Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): “Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mu’min) kembali (kepada kekafiran)”.(QS.Ali Imran (3):72).
Namun demikian Rasulullah tetap menahan diri. Dengan penuh kesabaran, layaknya seorang bapak terhadap anak-anaknya, beliau terus mengajak agar Ahli Kitab menyadari kekhilafan dan kesalahan mereka.
Ibnu ‘Abbas berkata, “ Suatu hari para pendeta Yahudi dan Nasrani Najran berkumpul dihadapan Rasulullah. Beliau lalu mengajak mereka untuk memeluk Islam. Abu Rafi Quraidhi berkata, “ Hai, Muhammad, apakah kau ingin agar kami menyembahmu seperti kaum Nasrani menyembah Isa?”. “Aku berlindung kepada Allah dari perbuatan itu”, jawab Rasul. Kemudian turun kedua ayat ini” (HR.Ibnu Ishaq dan Baihaqi).
Ayat yang dimaksud hadits adalah ayat 79 dan 80 surat Ali Imran berikut :
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?”
“Katakanlah ( Muhammad) : “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma`il, Ishaq, Ya`qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, `Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri”.(QS.Ali Imran(3):84).
Tidak semua Ahli Kitab menolak ajakan Rasulullah untuk ber-Islam. Salman Al-Farisi, sahabat kelahiran Isfahan di Persia adalah salah satu contohnya.
Baca Juga Kisah : Perjuangan Salman Al Farisiy dalam Rangka Menjemput Hidayah
Bahkan bagi orang-orang yang dibukakan pintu hatinya ini Allah swt memuliakannya dengan turunnya ayat berikut :
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Qur’an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Qur’an dan kenabian Muhammad)”.(QS.Al-Maidah(5):83).
Ironisnya, ada juga sebagian Ahli Kitab yang mengakui kebenaran Islam, bahkan merasa bahwa merekapun Islam namun tetap tidak mau menyatakan dan mempratekkannya. Salah satunya adalah pada kewajiban haji. Kewajiban ini sebenarnya telah ada sejak nabi Ibrahim diutus menjadi Rasul. Dan terus berlaku bagi pemeluk Nasrani dan Yahudi yang diwasiatkan melalui nabi Isa as dan Musa as.
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS.Ali Imran(3):97).
Ikramah berkata, Saat turun ayat 85 surat Ali Imran, kaum Yahudi menjawab, “ Kami juga termasuk golongan Muslim”. Rasulullahpun bersabda, “ Sesungguhnya Allah mewajibkan orang Islam melaksanakan ibadah haji”. Kaum Yahudi menolak dan berkata, “ Kami tidak tidak wajib beribadah haji”. Atas penolakan mereka, Allahpun menurunkan ayat ini”. (HR. Sa’id bin Manshur).
Penolakan Ahli Kitab terhadap dakwah Rasulullah ini sebenarnya telah ada sejak Rasulullah masih di Mekah. Ketika itu orang-orang Musrik Mekkah mengadukan tentang Rasulullah kepada orang Yahudi yang datang ke Mekah. Orang-orang ini merasa lebih baik dari pada Rasulullah. Maka dengan serta merta kedua orang Yahudi ini mengatakan bahwa orang Musrik Mekah memang lebih baik dan benar daripada Muhammad saw. Padahal mereka beriman kepada berhala-berhala ( Jibt dan Thaghut).
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya”. (QS.An-Nisa(4):51).
Ibnu ‘Abbas menjelaskan bahwa kedua ayat ini diturunkan berkenaan dengan perkataan orang-orang Quraisy kala Ka’ab bin Asyraf dan Hayy bin Akhtab, dua tokoh Yahudi, yang datang ke Mekah. “Apakah kalian tidak melihat orang yang berpura-pura sabar dan terputus dari kaumnya dan menganggapnya lebih baik daripada kami? Padahal kami menerima orang-orang yang beribadah haji, menjadi pelayan Ka’bah dan memberi mereka minum”. Mereka berduapun berkata, “ Ya, kalian lebih baik daripadanya ( Muhammad)”. (HR. Ahmad dan Ibnu Abi Hatim).
Hingga akhir hayatnya Rasulullah saw tidak pernah putus asa mengajak Ahli Kitab agar kembali ke jalan yang benar. Ayat demi ayat yang turun beliau sampaikan dengan tegas. Isa as adalah manusia biasa seperti juga para nabi yang diutus-Nya. Kelebihan dan segala macam mukjizat yang diberikan Allah kepada para Rasul adalah dalam rangka men-Agungkan-Nya, untuk menunjukkan betapa hebat dan mulianya Sang Khalik. Tiada yang tidak mungkin bagi Allah swt.
“(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: “Hai `Isa putra Maryam, ingatlah ni`mat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah), waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir di antara mereka berkata: “Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata.”(QS.Al-Maidah(5):110).
Ayat ini menerangkan dengan jelas bahwa kelebihan dan kemampuan Isa as adalah atas izin Allah swt. Rasul ke 24 yang dinamakan Yesus oleh pemeluknya ini adalah putra Maryam bin Imran. Seorang perempuan sholehah yang diberi kepercayaan oleh Sang Khalik untuk mengandung tanpa sentuhan seorangpun lelaki. Perempuan yang disebut Rasulullah sebagai salah satu perempuan calon penghuni surga inilah yang melahirkan, merawat dan mendidik Isa hingga dewasa.
Semua manusia adalah sama disisi-Nya kecuali tingkatan ketakwaannya.Tingkat ketakwaan para nabi inilah yang menjadikan mereka lebih mulia dari manusia biasa. Adalah kebencian dan kedengkian orang-orang Yahudi yang menjadikan mereka ingin membunuh para nabi, tak terkecuali Isa as. Namun dengan izin Allah swt nabi ini selamat dari kekejaman penyaliban para pemuka Yahudi di Yerusalem. Berkat ‘tipu daya’ Sang Khalik yang diluar jangkauan pikiran manusia, diserupakannya wajah salah seorang pengikut Nasrani yang berkhianat dengan wajah nabi Isa as. Jadi sebenarnya yang disalib pemuka Yahudi itu bukanlah Isa as. Hukuman salib dalam masyarakat Yahudi (Romawi) ketika itu adalah suatu hal yang biasa.
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (Ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai `Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya”.(QS.Ali Imran (3):54-55).
Ironisnya, saat ini pemeluk Nasrani meyakini bahwa peristiwa penyaliban yang terjadi 2000 tahun silam itu adalah bentuk pengurbanan Tuhan mereka untuk membebaskan kesalahan dan dosa-dosa orang-orang yang mau menjadikan Yesus sebagai Tuhan mereka.
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam”. Katakanlah: “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi semuanya?” Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.(QS.Al-Maidah(5):17).
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi “.(QS.Ali Imran(3):85).
Kembali ke menu daftar isi
Mereka merasa bahwa kedudukan mereka lebih tinggi dari kaum Muslimin. Bahkan ada diantara mereka yang beranggapan bahwa tidak ada dosa bagi mereka bila mereka tidak ingin mengembalikan apa-apa yang mereka pinjam dari Muslimin.
Orang-orang ini juga suka berbohong tentang isi kitab suci mereka. Secara sengaja mereka memelintir ayat-ayat dan memutar-mutar maknanya hingga pas dan sesuai dengan apa yang diinginkan mereka. Hal ini terjadi karena Rasulullah memang memberi kebebasan kepada Ahli Kitab untuk menerapkan sendiri hukum agama mereka. Inilah bukti nyata betapa tingginya toleransi Islam terhadap pemeluk agama lain.
“Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, sedang mereka mengetahui”.(QS.Ali Imran(3):78).
Sebagai seorang utusan Allah sekaligus pemimpin yang baik, Muhammad saw selalu menyediakan waktu untuk berkumpul, berbincang dan bertukar pendapat dengan seluruh warganya. Baik itu kaum Muslimin maupun bukan.
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya”. Katakanlah: “Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?” (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu)”. (QS.Al-Maidah(5):18).
Ibnu ‘Abbas memaparkan bahwa ayat di atas diturunkan berkenaan dengan Nu’man bin Qushay, Bahr bin ‘Umar dan Syasy bin Adi, yang suatu hari mendatangi Rasulullah dan berbincang-bincang. Rasul kemudian mengajak mereka untuk mengesakan Allah dan memperingatkan mereka dari siksaan-Nya. Merekapun berkata, “ Hai Muhammad, kau tidak perlu menakut-nakuti kami. Demi Allah, kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-Nya”. (HR. Ibnu Ishaq).
“Hai Ahli Kitab, sesungguhnya telah datang kepada kamu Rasul Kami, menjelaskan (syari`at Kami) kepadamu ketika terputus (pengiriman) rasul-rasul, agar kamu tidak mengatakan: “Tidak datang kepada kami baik seorang pembawa berita gembira maupun seorang pemberi peringatan”. Sesungguhnya telah datang kepadamu pembawa berita gembira dan pemberi peringatan. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.(QS.Al-Maidah(5):19).
Ibnu ‘Abbas menuturkan bahwa suatu saat Rasulullah berdakwah kepada orang-orang Yahudi agar mereka memeluk Islam. Namun mereka menolak. Dalam kesempatan itu Mu’adz bin Jabal dan Sa’ad bin ‘Ubadah, dua sahabat Anshar, berkata kepada mereka, : “ Wahai Yahudi, bertakwalah kepada Allah. Demi Allah, sesungguhnya kamu mengetahui bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Karena zaman dahulu kamu pernah menjelaskan sifat-sifat beliau sebelum diutus menjadi Rasul, dan itu ternyata sesuai dengan Muhammad”. Rafi’ bin Huraimalah dan Wahab bin Yahudza berkata , “ Kami tidak pernah menjelaskan seperti apa yang kamu jelaskan itu. Allah tidak menurunkan kitab lagi setelah Taurat dan tidak pernah mengutus nabi lagi setelah Musa.” (HR. Ibnu Ishaq).
Disamping penolakan yang dilontarkan secara terang-terangan, tidak jarang pula mereka menunjukkan ketaatan. Namun sayangnya, ketaatan tersebut hanyalah ketaatan palsu. Di siang hari mereka berpura-pura percaya kepada apa yang dikatakan Rasulullah. Tetapi malamnya mereka kembali mengingkarinya atau menyampaikannya kepada orang lain namun setelah di putar balikkan. Tujuannya tak lain tak bukan yaitu agar orang-orang yang tadinya telah beriman menjadi ragu, bimbang dan akhirnya murtad !
“Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): “Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rasul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mu’min) kembali (kepada kekafiran)”.(QS.Ali Imran (3):72).
Namun demikian Rasulullah tetap menahan diri. Dengan penuh kesabaran, layaknya seorang bapak terhadap anak-anaknya, beliau terus mengajak agar Ahli Kitab menyadari kekhilafan dan kesalahan mereka.
Ibnu ‘Abbas berkata, “ Suatu hari para pendeta Yahudi dan Nasrani Najran berkumpul dihadapan Rasulullah. Beliau lalu mengajak mereka untuk memeluk Islam. Abu Rafi Quraidhi berkata, “ Hai, Muhammad, apakah kau ingin agar kami menyembahmu seperti kaum Nasrani menyembah Isa?”. “Aku berlindung kepada Allah dari perbuatan itu”, jawab Rasul. Kemudian turun kedua ayat ini” (HR.Ibnu Ishaq dan Baihaqi).
Ayat yang dimaksud hadits adalah ayat 79 dan 80 surat Ali Imran berikut :
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah.” Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya. Dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?”
“Katakanlah ( Muhammad) : “Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma`il, Ishaq, Ya`qub, dan anak-anaknya, dan apa yang diberikan kepada Musa, `Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan hanya kepada-Nya-lah kami menyerahkan diri”.(QS.Ali Imran(3):84).
Tidak semua Ahli Kitab menolak ajakan Rasulullah untuk ber-Islam. Salman Al-Farisi, sahabat kelahiran Isfahan di Persia adalah salah satu contohnya.
Baca Juga Kisah : Perjuangan Salman Al Farisiy dalam Rangka Menjemput Hidayah
Bahkan bagi orang-orang yang dibukakan pintu hatinya ini Allah swt memuliakannya dengan turunnya ayat berikut :
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al Qur’an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Qur’an dan kenabian Muhammad)”.(QS.Al-Maidah(5):83).
Ironisnya, ada juga sebagian Ahli Kitab yang mengakui kebenaran Islam, bahkan merasa bahwa merekapun Islam namun tetap tidak mau menyatakan dan mempratekkannya. Salah satunya adalah pada kewajiban haji. Kewajiban ini sebenarnya telah ada sejak nabi Ibrahim diutus menjadi Rasul. Dan terus berlaku bagi pemeluk Nasrani dan Yahudi yang diwasiatkan melalui nabi Isa as dan Musa as.
“Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barangsiapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS.Ali Imran(3):97).
Ikramah berkata, Saat turun ayat 85 surat Ali Imran, kaum Yahudi menjawab, “ Kami juga termasuk golongan Muslim”. Rasulullahpun bersabda, “ Sesungguhnya Allah mewajibkan orang Islam melaksanakan ibadah haji”. Kaum Yahudi menolak dan berkata, “ Kami tidak tidak wajib beribadah haji”. Atas penolakan mereka, Allahpun menurunkan ayat ini”. (HR. Sa’id bin Manshur).
Penolakan Ahli Kitab terhadap dakwah Rasulullah ini sebenarnya telah ada sejak Rasulullah masih di Mekah. Ketika itu orang-orang Musrik Mekkah mengadukan tentang Rasulullah kepada orang Yahudi yang datang ke Mekah. Orang-orang ini merasa lebih baik dari pada Rasulullah. Maka dengan serta merta kedua orang Yahudi ini mengatakan bahwa orang Musrik Mekah memang lebih baik dan benar daripada Muhammad saw. Padahal mereka beriman kepada berhala-berhala ( Jibt dan Thaghut).
“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bahagian dari Al Kitab? Mereka percaya kepada jibt dan thaghut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah), bahwa mereka itu lebih benar jalannya dari orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barangsiapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya”. (QS.An-Nisa(4):51).
Ibnu ‘Abbas menjelaskan bahwa kedua ayat ini diturunkan berkenaan dengan perkataan orang-orang Quraisy kala Ka’ab bin Asyraf dan Hayy bin Akhtab, dua tokoh Yahudi, yang datang ke Mekah. “Apakah kalian tidak melihat orang yang berpura-pura sabar dan terputus dari kaumnya dan menganggapnya lebih baik daripada kami? Padahal kami menerima orang-orang yang beribadah haji, menjadi pelayan Ka’bah dan memberi mereka minum”. Mereka berduapun berkata, “ Ya, kalian lebih baik daripadanya ( Muhammad)”. (HR. Ahmad dan Ibnu Abi Hatim).
Hingga akhir hayatnya Rasulullah saw tidak pernah putus asa mengajak Ahli Kitab agar kembali ke jalan yang benar. Ayat demi ayat yang turun beliau sampaikan dengan tegas. Isa as adalah manusia biasa seperti juga para nabi yang diutus-Nya. Kelebihan dan segala macam mukjizat yang diberikan Allah kepada para Rasul adalah dalam rangka men-Agungkan-Nya, untuk menunjukkan betapa hebat dan mulianya Sang Khalik. Tiada yang tidak mungkin bagi Allah swt.
“(Ingatlah), ketika Allah mengatakan: “Hai `Isa putra Maryam, ingatlah ni`mat-Ku kepadamu dan kepada ibumu di waktu Aku menguatkan kamu dengan ruhul qudus. Kamu dapat berbicara dengan manusia di waktu masih dalam buaian dan sesudah dewasa; dan (ingatlah) di waktu Aku mengajar kamu menulis, hikmah, Taurat dan Injil, dan (ingatlah pula) di waktu kamu membentuk dari tanah (suatu bentuk) yang berupa burung dengan izin-Ku, kemudian kamu meniup padanya, lalu bentuk itu menjadi burung (yang sebenarnya) dengan seizin-Ku. Dan (ingatlah), waktu kamu menyembuhkan orang yang buta sejak dalam kandungan ibu dan orang yang berpenyakit sopak dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu kamu mengeluarkan orang mati dari kubur (menjadi hidup) dengan seizin-Ku, dan (ingatlah) di waktu Aku menghalangi Bani Israil (dari keinginan mereka membunuh kamu) di kala kamu mengemukakan kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, lalu orang-orang kafir di antara mereka berkata: “Ini tidak lain melainkan sihir yang nyata.”(QS.Al-Maidah(5):110).
Ayat ini menerangkan dengan jelas bahwa kelebihan dan kemampuan Isa as adalah atas izin Allah swt. Rasul ke 24 yang dinamakan Yesus oleh pemeluknya ini adalah putra Maryam bin Imran. Seorang perempuan sholehah yang diberi kepercayaan oleh Sang Khalik untuk mengandung tanpa sentuhan seorangpun lelaki. Perempuan yang disebut Rasulullah sebagai salah satu perempuan calon penghuni surga inilah yang melahirkan, merawat dan mendidik Isa hingga dewasa.
Semua manusia adalah sama disisi-Nya kecuali tingkatan ketakwaannya.Tingkat ketakwaan para nabi inilah yang menjadikan mereka lebih mulia dari manusia biasa. Adalah kebencian dan kedengkian orang-orang Yahudi yang menjadikan mereka ingin membunuh para nabi, tak terkecuali Isa as. Namun dengan izin Allah swt nabi ini selamat dari kekejaman penyaliban para pemuka Yahudi di Yerusalem. Berkat ‘tipu daya’ Sang Khalik yang diluar jangkauan pikiran manusia, diserupakannya wajah salah seorang pengikut Nasrani yang berkhianat dengan wajah nabi Isa as. Jadi sebenarnya yang disalib pemuka Yahudi itu bukanlah Isa as. Hukuman salib dalam masyarakat Yahudi (Romawi) ketika itu adalah suatu hal yang biasa.
“Orang-orang kafir itu membuat tipu daya, dan Allah membalas tipu daya mereka itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya. (Ingatlah), ketika Allah berfirman: “Hai `Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah kembalimu, lalu Aku memutuskan di antaramu tentang hal-hal yang selalu kamu berselisih padanya”.(QS.Ali Imran (3):54-55).
Ironisnya, saat ini pemeluk Nasrani meyakini bahwa peristiwa penyaliban yang terjadi 2000 tahun silam itu adalah bentuk pengurbanan Tuhan mereka untuk membebaskan kesalahan dan dosa-dosa orang-orang yang mau menjadikan Yesus sebagai Tuhan mereka.
“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih putera Maryam”. Katakanlah: “Maka siapakah (gerangan) yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika Dia hendak membinasakan Al Masih putera Maryam itu beserta ibunya dan seluruh orang-orang yang berada di bumi semuanya?” Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang di antara keduanya; Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu”.(QS.Al-Maidah(5):17).
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi “.(QS.Ali Imran(3):85).
Kembali ke menu daftar isi