Pengkhianatan Yahudi bani Nadhir dan dampaknya

Pada tahun ke 4 Hijriyah, Rasulullah mengabulkan permintaan Amir bin Malik, seorang pemimpin bani Amir, agar mengirimkan utusan ke Najd untuk mendakwahi kaumnya. Mulanya Rasululah ragu: “ Aku khawatir penduduk Najd akan menyerang mereka”. Namun Amir meyakinkan : “ Aku yang akan melindungi mereka dan menjamin mereka. Biarlah mereka mengajak kepada agamamu”. Maka Rasulullahpun memberangkatkan 70 orang sahabat ke negri tersebut.


Setiba di sebuah desa bernama Bi’ru Ma’unah, salah seorang utusan menemui Amir bin Thufail, pemimpin Najd, untuk menyerahkan surat dari Rasulullah. Namun utusan tersebut langsung dibunuh, bahkan tanpa membaca surat yang dibawanya. Selanjutnya Amir mengajak warganya agar menghabisi seluruh utusan. Namun mereka menolak karena tidak ingin mengkhianati perjanjian Amir bin Malik dengan Rasulullah.  Amir bin Thufail yang memang dikenal kejam tersebut tidak putus asa. Ia mencari dukungan kabilah lain. Keinginannya tercapai. Maka dengan bantuan beberapa kabilah yang menjadi sekutunya, ke 69 dai tersebut dibantai beramai-ramai.

Beruntung Amir bin Umaiyyah, satu-satunya dai yang lolos dari pembunuhan, dapat menyelamatkan diri dan kembali ke Madinah. Tetapi ditengah perjalanan, Amir bertemu dengan dua orang yang disangkanya dari bani Amir dan sedang mengejarnya. Maka iapun membunuhnya. Setiba di Madinah ia segera menceritakan apa yang terjadi pada diri para sahabat.

Betapa berdukanya Rasulullah dan para sahabat mendengar berita buruk tersebut. Belum juga genap setahun ketika 10 orang sahabat mengalami hal yang sama. Saat itu mereka diserang, sebagian dibunuh sebagian lagi dijual dan dijadikan budak oleh musuh.

Baca juga : Kisah Khubaib bin Adi Mujahid yang Syahid di tiang salib

Maka demi menghargai jerih payah mereka, selama satu bulan penuh, Rasulullah membacakan doa qunut pada setiap shalat subuh berjamaah yang dilakukan bersama para sahabat. Beliau memohon agar Allah swt membalas perbuatan terkutuk itu dengan balasan yang setimpal.

Sebaliknya, setelah diusut, dua orang yang dibunuh Amir Umaiyyah di perjalanan menuju Madinah, ternyata bukan dari bani Amir. Melainkan orang dari bani Kilab yang telah mendapat jaminan keamanan dari Rasulullah.

“ Aku harus membayat diyat kedua orang tersebut”, begitu Rasulullah berujar, menyesal.

Bagi kabilah-kabilah Arab, persekutuan, perjanjian dan jaminan keselamatan antar kabilah adalah hal yang umum terjadi. Ini adalah kebiasaan nenek moyang yang telah lama dipegang. Bagi mereka, ini adalah harga diri kabilah. Itu sebabnya mereka sangat menghargai dan menghormati perjanjian seperti itu.

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pema`afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema`afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma`af) membayar (diat) kepada yang memberi ma`af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih”.(QS.Al-Baqarah(2):178).

Sebelum Islam datang, barang siapa melanggar perjanjian maka balasnya adalah kematian. Namun sejak datangnya Islam, Allah swt memberi keringanan, yaitu membayar diyat bagi pihak yang membunuh tanpa sengaja atau yang dimaafkan oleh keluarga yang dibunuh. Dan perbuatan memaafkan adalah perbuatan yang amat mulia.

Sayangnya, ketika itu keadaan keuangan pihak Islam sedang dalam kesulitan. Sementara orang-orang Yahudi yang dikenal kaya raya itu terikat perjanjian dengan Rasulullah sebagaimana tertuang dalam piagam Madinah. Itu sebabnya Rasulullah mendatangi Yahudi bani Nadhir untuk meminta bantuan keuangan dalam rangka membayar diyat kepada keluarga bani Kilab.

“ Kami akan melakukan apa yang engkau inginkan, wahai Abul Qashim”, janji pemuka bani Nadhir kepada Rasulullah. Kemudian salah seorang diantara Yahudi itu berbisik kepadanya,  Aku akan naik ke bagian atas rumah kemudian menjatuhkan batu besar kepadanya”. Namun salah seorang Yahudi lainnya berkata,  Janganlah kalian melakukannya ! Demi Allah, dia pasti akan diberi tahu tentang apa yang kalian rencanakan. Sesungguhnya perbuatan itu merupakan pelanggaran terhadap perjanjian antara kita dan dia “.

Belum sempat rencana jahat itu terjadi, tiba-tiba Rasulullah meninggalkan tempat, seolah ada suatu keperluan mendadak. Walaupun dengan terheran-heran, para sahabatpun segera mengikuti langkah beliau. « Engkau berangkat, sedangkan kami tidak menyadari .. ».

Setelah agak jauh, Rasulullah berujar : « Orang-orang Yahudi itu merencanakan pengkhianatan lalu Allah mengabarkan hal itu maka aku segera berangkat ».

Betapa sedih hati Rasulullah. Beliau diutus untuk menegakkan kalimat takwa, Tiada Tuhan yang dipatut disembah selain Allah. Beliau tidak memaksa orang-orang Yahudi itu untuk meninggalkan agama mereka. Beliau hanya menyampaikan pesan Sang Khalik agar mereka menegakkan ajaran Taurat dengan benar, tidak membelok-belokannya. Namun jawaban mereka malah hendak membunuhnya !

“Sesungguhnya, Kami mengetahui bahwasanya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah”. (QS.Al-An’am(6):33).

Selanjutnya Rasulullah mengutus seseorang untuk menyampaikan pesan singkat sebagai berikut : “ Keluarlah  kalian dari negriku karena kalian telah merencanakan pengkhianatan. Aku beri tempo sepuluh hari. Kalau setelah itu masih ada yang terlihat akan kupenggal batang lehernya ».

Maka dengan penuh ketakutan orang-orang Yahudi tersebut bersiap-siap meninggalkan rumah. Namun, Abdullah bin Ubay bin Salul, pemuka munafik Madinah yang selalu berbuat keonaran, mengirim pesan bahwa mereka tidak perlu menuruti perintah Rasulullah. Ia dan dua ribu tentaranya akan melindungi mereka. Akhirnya orang-orang Yahudi tersebut tetap bertahan di benteng-benteng mereka sambil mempersenjatai diri dengan panah dan batu.

Sepuluh hari kemudian, Rasulullah menepati janjinya. Beliau mengirim para sahabat untuk memerangi orang-orang yang dari dulu selalu menentang perintah. Tampaknya bisikan syaitan untuk tidak memperdulikan ayat-ayat Allah lebih kuat dari bisikan untuk kembali ke jalan yang benar.
Berkali-kali sejarah mencatat betapa orang-orang Yahudi selalu menjadi duri dan onak dalam suatu masyarakat. Berapa banyak nabi dan Rasul yang mereka nistakan dan bunuh, hanya karena mengajak mereka untuk bertobat. Orang-orang Yahudi memang keras kepala. Kita lihat saat ini, ketika Yahudi memegang kendali pemerintahan di Palestina, betapa tidak adilnya mereka terhadap rakyatnya.

Keberpihakkan terhadap kaumnya sendiri begitu terlihat kental. Tingkat kesejahteraan antara penduduk Yahudi dan penduduk lainnya, terutama Muslim, seperti langit dan bumi. Perasaan bahwa mereka adalah bangsa yang superior tampaknya tidak bisa ditanggalkan begitu saja.. Padahal di sisi Allah, perbedaan antar hamba hanya terletak pada ketakwaannya. Bukan bangsanya, bukan kulitnya, bukan hartanya, bukan kedudukannya.

Akhirnya setelah dikepung, para sahabat lalu membabat habis semua kebun dan ladang kurma milik mereka. Sementara janji si Munafikun Abdullah bin Ubay bin Salul tidak kunjung tiba. Tampak bahwa Allah melemahkan keinginan orang yang membenci hukum-hukum-Nya.

Hai Muhammad, kamu dulu melarang kerusakan dan mencela orang yang melakukannya. Mengapa sekarang kamu membabat dan membakar habis ladang kurma kami ? ” protes Yahudi.
« Apa saja yang kamu tebang dari pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pokoknya, maka (semua itu) adalah dengan izin Allah; dan karena Dia hendak memberikan kehinaan kepada orang-orang fasik ».(QS.Al-Hasyr(59) :5).

Itulah jawaban Allah swt, Sang Khalik. Perbuatan mereka sudah keterlaluan. Tampaknya Allah sudah tidak ingin lagi memberi mereka tenggang waktu. Akhirnya orang-orang Yahudi bani Nadhir menyerah dan meninggalkan kota. “Kalian boleh membawa harta yang dapat dibawa oleh unta kecuali senjata”, ujar Rasulullah.

Ibnu Hisyam menceritakan, “Sebagian mereka ada yang mencopot peralatan rumah mereka untuk dibawa keluar Madinah. Mereka mengungsi antara Khaibar dan Syam. Diantara orang-orang Yahudi itu hanya ada dua orang yang masuk Islam, yaitu Yamin bin Umair bin Ka’ab, anak paman Amr bin Jihasy dan Abu Sa’ad bin Wahab. Kedua orang ini kemudian mendapatkan kembali hartanya”.

“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”.(QS.Al-Hasyr(59) :7).

Demikianlah Rasulullah membagi harta rampasan orang-orang Yahudi Nadhir yang terusir karena kedurhakaan mereka.

Kembali ke menu daftar isi